Ibn Rusyd
A. Riwayat Hidup Ibn Rusyd dan Karyanya
1.
Riwayat hidup
Ibn Rusyd
Nama
lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd. Ia
lahir di Cordova, Andalus pada tahun 510H/1126 M dari kalangan keluarga ahli
hukum. Nenek dan orangtuanya mempunyai kedudukan sebagai hakim agung. Pada masa
mudanya, Ibn Rusyd belajar teologi islam, hukum islam, ilmu kedokteran,
matematika, astronomi, sastra dan filsafat. [1]
Ibn
Rusyd pada mulanya, ia belajar dirumah sendiri. Ayahnya merupakan guru pertama
baginya dalam ilmu-ilmu agama. Dia mempelajari ilmu-ilmu fiqih, ushul, bahasa
(arab), kalam dan adab (sastra). Kitab Al-Muwathha’ karangan Imam Malik yang
menjadi pegangan mazhab Maliki di Andalusia dapat dihafalnya diluar kepala. Dia
juga mempelajari ilmu-ilmu itu dengan para ulama lainya, seperti Ibn Basykual,
Abu Marwan ibn Masarrah dan Abu Bakr Samhun[2]
Ibn
Rusyd menaruh perhatian yang sangat besar untuk menuntut ilmu pengetahuan. Dia
belum merasa puas dengan ilmu-ilmu agama saja. Oleh sebab itu, dia mempelajari
pula ilmu-ilmu yang lain, seperti matematika, kedokteran dan berbagai ilmu
filsafat diperolehnya dari Abu ja’far Ha>ru>n
al-Tirja>ni> adalah seseorang yang paling luas ilmunya tentang filasafat
dan memahami dengan baik buku-buku filasafat karangan Aristoteles serta filosof
lainya.[3]
Keluarga Ibn Rusyd, lebih mengutamakan ilmu
pengetahuan yang meruapakan salah satu penyebab yang ikut melapangkan jalan
baginya menjadi ilmuan. Faktor lain bagi keberhasilannya adalah ketajaman
berpikir dan kejeniusan otaknya, oleh karena itu tidaklah heran jika Ibn
Rusyd dapat mewarisi intelektualitas keluarganya dan berhasil menjadi seorang yang menguasai berbagai disiplin ilmu, seperti
hukum, filsafat, kedokteran, astronomi, sastra arab dan lainnya.
Keunggulannya
terletak pada kekuatan dan ketajaman filsafatnya yang luas serta pengaruhnya
yang besar terhadap perkembangan pemikiran di Barat. Filsafatnya merembes dari
Andalusia (Spanyol) ke seluruh negeri-negeri Eropa, dan itulah yang menjadi
pokok pangkal kebangkitan bangsa-bangsa Barat.
Pada tahun 1169 M. Karena ada undangan dari
istana, Ibn Tufail membawa Ibn Rusyd (ketika itu umurnya 43 tahun) kehadapan
khalifah Abu Ya’qub Abu Muhammad Abd Al-Mu’min yang berpikiran maju dan memberi
perhatian kepada bidang ilmu, dia memberinya
tugas untuk menyeleksi dan megoreksi berbagai syarah (komentar) dan tafsir
karya-karya Aristoteles:pendek,sedang, dan panjang.[4]
Demikian bagus dan mengesankan pemahamanya tentang filsafat Aristoteles sehingga
orang tidak perlu membaca naskah aslinya, cukup membaca komentar Ibn Rusyd,
orang akan memahaminya bagaikan membaca aslinya.[5]
Berkat
keahlian nya itu, Ibn Rusyd memperoleh kedudukan dan penghargaan tinggi dari
khalifah sebagai pejabat negara, ketua Mahkamah Agung, guru Besar, dan dokter
istana menggantikan Ibn Thufail yang sudah tua. Akan tetapi, pada tahun 1195 M
ia dituduh bahwa ia menganut paham filsafat yang bertentangan dengan ajaran
islam,diadili, maka ia akhirnya ditangkap dan diberi hukuman tahanan kota di
lucena yang terletak dekat dengan Cordova dan dicopot dalam segala jabatannya.
Lebih dari itu, semua buku-buku
karangannya dibakar kecuali ilmu-ilmu kedokteran, matematika dan astronomi.
Untunglah masa getir yang dialami Ibn Rusyd ini tidak
berlansung lama( satu tahun). Pada tahun 1197M, khalifah mencabut hukumannya
dan posisinya direhabilitasi kembali. Namun, Ibn Rusyd tidak lama menikmati
keadaan tersebut dan ia meninggal pada 10 Desember 1198M/ 9 Shafar 595 H di
Marakesh dalam usia 72 tahun menurut perhitungan Masehi dan 75 tahun menurut
perhitungan tahun Hijrah. [6]
2. Karya Ibn
Rusyd
Sejarah
mencatat, bahwa Ibn Rusyd banyak memusatkan perhatianya pada filsafat
Aristoteles, menulis ringkasan dan tafsiran-tafsiran yang mencakup sebagian
besar dari karangan yunani itu. Selain itu juga, ia menulis buku karangannya
sendiri. Karya-karya aslinya yang terpenting,
yaitu:
1. Tahafut
al-Tahafut
Sebuah buku
yang sampai ke Eropa, dengan rupa yang lebih terang, dari pada buku-bukunya
yang pernah dibaca oleh orang Eropa sebelumnya. Dalam buku ini kelihatan jelas
pribadinya, sebagai seorang muslim yang saleh dan taat pada agamanya. Buku ini
lebih terkenal dalam kalangan filsafat dan ilmu kalam untuk membela filsafat
dari serangan al-ghazali dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah.
2. Kulliyat
fit Thib (aturan Umum Kedokteran), terdiri atas 16 jilid.
3. Mabadiul Falasifah, Pengantar Ilmu
Filsafat. Buku ini terdiri
dari 12 bab.
4. Tafsir Urjuza, Kitab Ilmu Pengobatan.
5. Taslul,
Tentang Ilmu kalam.
6. Kasful
Adillah, Sebuah buku Scholastik, buku filsafat dan agama.
7. Muwafaqatil
hikmatiwal Syari’ah, persamaan filafat degan agama.
8. Bidayatul Mujtahid, perbandingan mazhab
dalam fiqh dengan menyebutkan alasan-alasannya masing-masing.
9. Risalah
al-kharaj (tentang perpajakan)
10. Al-da’awi,
dan lain-lain.
Namun karya-karyanya yang masih kita
temukan adalah sebagai berikut[7]
:
1. Fasl
al-Maqal fi man bain al-Hikmat wa al-syari’ah min al-Ittishal, yang berisi tentang korelasi antara agama dan
filsafat.
2. Al-Kasyf ‘an
Manahij al-Adillat fi ‘Aqa’id al-Millat, yang berisi tentang kritik terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi.
3. Tahafut
al-Tahafut, yang
berisi tentang kritikan terhadap karya Al-Ghazali yang berjudul Tahafut al-Falasifat.
4. Bidayat
al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, yang
berisi tentang uraian-uraian dalam bidang fiqih
Buku-buku
Ibn Rusyd tersebut, banyak diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan barpengaruh
kepada ahli-ahli pikir yang berada di Eropa sehingga ia diberi gelar penafsir (comentator)
atas Aristoteles. Dengan usaha tersebut, maka di Eropa timbul suatu aliran yang
disebut averoisme. Menurut aliran ini, bahwa filsafat mengandung
kebenaran
B.
Pemikiran Ibn
Rusyd
1.
Faktor logika
Ibn rusyd
salah satu seorang filusuf yang lebih mementingkan akal dari pada perasaan
(sentimen dan emosi). Segala masalah yang berkaitan dengan agama islam,
menurutnya harus dipecahkan dengan kekuatan akal pikiran. Didalam Fashul
Maqal...., salah satu kitabnya, Ibn Rusyd menandaskan bahwa logika harus
dipakai sebagai dasar segala penilaian tentang kebenaran. Dalam memahami agama,
seseorang harus belajar memikirkannya secara logika. Akan tetapi, disamping
mementingkan logika, Ibn Rusyd mengkritik pada kelemahan akal manusia sendiri
dalam memahami masalah tentang yang ghoib dan aneh yang berhubungan dengan
agama.[8]
Mengenai
tujuan agama sendiri adalah Ibn Rusyd mengatakan tujuan pokok syari’at islam
yang sebenarnya ialah pengetahuan yang benar dan perbuatan yang benar (al-Ilmulhaq
wa amalul haq).
Mengenai
pengetahuan bahwa, menurut Ibn Rusyd ialah untuk mengetahui dan mengerti
tentang adanya Allah SWT serta mengetahui segala yang ada dialam maujudat
ini. Adapun maksud mengenai amal yang benar ialah mengerjakan amal perbuatan
yang dapat memberi faedah kebahagian dan menjauhkan perbuatan yang akan
mengakibatkan penderitaan.[9]
2.
Filsafat Ibn Rusyd
Menganai
filsafat Ibn Rusyd ada beberapa problem-problem yang sanagat menarik perhatian
umum :
a. Pengetahuaan
Tuhan terhadap hal-hal Juziyat
Masalah Juziyat, Ibn Rusyd
mengemukan pendapatnya sama dengan pendapat Aristoteles. Diamana Aristoteles
berpendapat bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal juziyat, sama halnya seperti
seseorang kepala negara yang tidak mengetahui hal-hal kecil didaerahnya.
Pendapat Aristoteles itu didasarkan atas suatu argumen yang mengatakan : Yang
menggerakkan kita itu Tuhan Yang Maha Penggerak, merupakan akal yang murni,
bahkan merupakan akal setinggi-tingginya. Oleh sebab itu, pengetahuan dari akal
yang tinggi haruslah merupakan pengetahuan yang tertinggi pula supaya ada
persesuain antara yang mengetahui dan yang diketahui. Dan dari itu pula tidak
mungkin Tuhan mengetahui selain Zat-Nya sendiri. Sebab tidak ada sesuatu zat
lain yang sama luhurnya dengan zat Tuhan. Sesuatu yang diketahui Tuhan menjadi
sebab untuk adanya pengetahuan Tuhan. Jadi, jika Tuhan mengetahui hal-hal yang
kecil( juziyat), maka berarti pengetahuan Tuhan itu disebabkan oleh
hal-hal yang kurang sempurna.[10]
b. Terjadinya alam
maujudat
Bagi
golongan agama menjawab sudah jelas, bahwa mereka mengatakan semua itu
diciptakan oleh Tuhan. Semua peristiwa atau benda kecil maupun besar, Tuhanlah
yang menciptakan, memelihara dan setiap saat
tidak pernah lalai dan lupa.
Namun
sebaliknya, menurut golongan Filsafat menjawab bahwa persoalan terjadinya alam
maujudat itu harus ditinjau dengan akal pikiran. Di antara mereka ada yang
menyimpulkan bahwa materi itu azali, tanpa ada permulaan terjadinya dan
perubahan nya menjadi benda-benda lain yang beraneka macam yang terdapat
didalamnya ada kekuatan, maksud tidak lansung dari Tuhan.[11]
c. Keazalian
dan keabadian alam
Mengenai masalah keabadian alam, di antara kaum teologi dan kaum filosof,
memang ada perbedaan pendapat tentang arti الأحداث
dan قديم . Bagi kaum teologi kata “al-ahdas”
mengandung arti menciptakan dari tiada, sedang kaum filosof kata itu berarti
menciptakan dari “ada”. Adam (tiada), kata Ibn Rusyd tidak bisa dirubah menjadi
wujud (ada).Yang terjadi adalah wujud berubah menjadi wujud dalam bentuk lain.[12]
Demikian juga kaum teolog, qadim mengandung arti
sesuatu yang berwujud tanpa sebab. Bagi kaum filosof qadim tidak mesti
mengandung arti hanya sesuatu yang berwujud tanpa sebab tetapi boleh juga
berarti “sesuatu yang berwujud dengan sebab” dengan kata lain sungguhpun ia
disebabkan ia boleh bersifat qadim, yaitu tidak mempunyai permulaan dalam wujud
Qadim, dengan demikian, adalah sifat bagi sesuatu yang dalam kejadian kekal,
kejadian terus menerus yaitu kejadian yang tidak bermula dan tak berakhir.[13]
Jadi menurut Ibn Rusyd, bahwa alam kita ini
adalah azali tanpa ada permulaan. Ini berarti
bahwa ada dua yang azali, yaitu Tuhan dan alam. Hanya saja keazalian
Tuhan itu berbeda dengan keazalian alam, sebab keazalian Tuhan lebih utama dari
keazalian alam.[14]
C.
Sanggahan Ibn
Rusyd terhadap al-Ghazali tentang pemikiran filosof
Ada tiga
masalah dimana al-Ghazali mengkafirkan para filosof yaitu[15]
:
a. Allah tidak mengetahui perincian atau
hal-hal yang kecil-kecil(juziyat)
b. Keqadiman alam
c. Pengingkaran kebangkitan dan
pengumpulan jasad pada hari kiamat.
a. Allah tidak
mengetahui perincian (juziyat)
Sebagaimana
kita ketahui, bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi,
baik sebesar zarrah sekalipun, sebagaimana telah terangkan dengan jelas dalam
al-Qur’an, sehingga telah merupakan consensus dalam kalangan umat Islam. Hanya
saja yang menjadi permasalahanya, bagaimana Tuhan mengetahui hal-hal yang
juziyat, terdapat perbedaan jawaban yang diberikan.[16]
Tuduhan
terhadap al-Ghozali, bahwa Tuhan tidak mengetahui perincian yang ada dalam alam
ini, namun Ibn Rusyd membantah itu dengan mengatakan bahwa al-Ghozali salah
faham, karena tidak pernah kaum filosof mengatakan demikian[17]
Menurut Ibn Rusyd, Tuhan mengetahui segala sesuatu
dengan zat-Nya, pengetahuan Tuhan tidak bersifat juz’i maupun bersifat kulli,
sebagaimana manusia, pengetahuan Tuhan tidak mungkin sama dengan manusia,
karena pengetahuan Tuhan merupakan sebab dari wujud, sedangkan pengetahuan
manusia merupakan akibat. Selanjutnya pengetahuan Tuhan bersifat qodim
dan pengetahuan manusia bersifat baharu, yaitu semenjak awal Tuhan mengetahui
segala hal-hal yang terjadi di alam, sungguh betapun kecilnya.[18]
Jadi bagi Ibn Rusyd, bahwa Tuhan tidak mengetahui
perincian, artinya Tuhan tidak mengetahui perincian itu dengan ilmu baru,
dimana syarat ilmu baru itu dengan adanya kebaharuan peristiwa/perincian
tersebut, karena Tuhan menjadi sebab bagi perincian itu bukan menjadi akibat
dari padanya, seperti halnya ilmu baru, karena ilmu Tuhan bersifat qodim tidak
berubah karena perubahan peristiwa. Ini dimaksudkan untuk menjaga kesucian
Tuhan Yang Maha Mengetahui segala-galanya.
b. Keqodiman
alam
Al-Ghazali
dalam pemikiranya, sewaktu Tuhan menciptakan alam , yang ada hanyalah Tuhan,
tidak ada sesuatu yang lain disamping Tuhan ketika Ia menciptakan alam. Nah
dalam pemikiran al-Ghazali tersebut, Ibn Rusyd mengajukan bantahan yang
mengatakan, bahwa sewaktu Tuhan menciptakan alam sudah ada sesuatu disamping
Tuhan. Dari sesuatu yang telah ada dan diciptakan Tuhan, itulah Tuhan
menciptakan alam. Untuk memperkuat bantahannya Ibn Rusyd mengemukakan beberapa
ayat dalam al-Qur’an.
وَهُوَ
ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٖ وَكَانَ عَرۡشُهُۥ
عَلَى ٱلۡمَآءِ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۗ وَلَئِن قُلۡتَ
إِنَّكُم مَّبۡعُوثُونَ مِنۢ بَعۡدِ ٱلۡمَوۡتِ لَيَقُولَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ
إِنۡ هَٰذَآ إِلَّا سِحۡرٞ مُّبِينٞ ٧
“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah
di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk
Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya
orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir
yang nyata"( QS.Hud :7 )
Menurut
Ibn Rusyd, ayat ini menjelaskan bahwa sewaktu Tuhan menciptakan langit dan
bumi, telah ada sesuatu disamping Tuhan yaitu air.
C. Kebangkitan jasmani tidak ada
Didalam kitab
Tahafutul Falasifah, dijelaskan bahwa
al-Ghazali menunjukkan kepada filosof dengan mengatakan bahwa di akhirat nanti manusia akan dibangkitkan kembali
dalam wujud rohani, tidak dalam wujud jasmani. Atas dasar kepercayaan ini,
mereka dan para penganut pendapat tersebut dianggap kafir oleh al-Ghazali,
karena dalam al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa manusia akan mengalami
berbagai kenikmatan jasmani nanti di surga.
Tentang
persoalan pembangkitan jasmani, Ibn Rusyd menjelaskan bahwa para filosof tidak
menyebut - nyebut hal itu. Semua agama menurut Ibn Rusyd mengakui adanya hidup
kedua di akhirat sungguh ada perbedaan pendapat mengenai bentuknya. Namun,
perlu diketahui maksud pokok dari Syari’at ialah menghimbau manusia untuk
selalu meninggalkan perbuatan tercela dan melakukan perbuatan terpuji, sehingga
ajaran yang dibawa oleh agama harus sesuai dengan tanggapan dan pemikiran orang
awam. Karena itu, kebangkitan di akhirat harus disampaikan dalam wujud jasmani.
Untuk hal itu, Ibn Rusyd dalam kitabnya “Tahafut al-Tahafut”
mengemukakan firman Allah yang maksudnya perumpamaan surga bagi orang-orang
muttaqin disisi Allah, sungai-sungai yang mengalir di bawahnya. Dan juga sabda
Rasulullah saw. Artinya : Di dalammya ( surga ) terdapat apa yang tidak pernah
mata melihat dan telinga mendengar serta tidak pernah tergores dalam
kalbu manusia. Ini berarti kata Ibn Rusyd bahwa dalam surga, manusia tidak
dalam wujud jasad, dan apa yang diajarkan al-Qur’an tentang surga dan isinya
harus difahami secara metafora. Demikian pula Ibn Abbas mengatakan bahwa tidak
akan dijumpai di akhirat hal-hal yang bersih keduniaan kecuali nama saja, hidup
di akhirat lebih tinggi dari hidup di dunia.[19]
Dalam pandangan itu, Ibn Rusyd juga mengkritik
al-Ghazali, karena dalam beberapa tulisannya terjadi kontradiksi. Dalam buku
Tahafut al Falasifah bertentangan dengan apa yang ia tulis dalam bukunya
mengenai tasawuf. Dalam buku Tahafut al Falasifah, al-Ghazali mengatakan tidak
ada orang Islam yang berpendapat adanya pembangkitan jasmani, sedangkan dalam
buku tentang tasawuf ia menerangkan bahwa dalam pendapat kaum sufi yang ada
nanti ialah pembangkitan rohani, bukan pembangkitan jasmani, tak dapat
dikafirkan. Apalagi al-Ghazali mendasarkan pengkafirannya pada ijma’ ulama.[20]
Dari uraian-uraian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pertentangan antara Ibn Rusyd dengan al-Ghazali berkisar tentang
ajaran-ajaran dasar Islam, bukan tentang tolak atau terimanya ajaran-ajaran
dasar itu sendiri. Baik Ibn Rusyd maupun al Ghazali tetap mengakui Tuhan
sebagai pencipta alam diciptakan. Hanya yang menjadi permasalahan adalah apakah
semenjak azal Tuhan menciptakan, sehingga alam dengan demikian menjadi qadim,
ataukah Tuhan menciptakan tidak semenjak azal, sehingga alam bersifat baru.Ibn
Rusyd berpendapat Tuhan menciptakan semenjak qidam sedangkan al Ghazali tidak
semenjak qidam. Kedua fihak mengakui adanya hari perhitungan dan yang di
permasalahkan ialah apakah yang menghadapi perhitungan itu roh atau tubuh,
ataukah hanya roh manusia saja. Menurut Ibn Rusyd hanya roh, sedangkan menurut
al-Ghazali tubuh dan roh. Jelas kiranya
yang terdapat disini hanyalah perbadaan ijtihad, dan perbedaan ijtihad itu
lumrah dalam Islam, tidak membawa kepada kekafiran.
D. Tanggapan
Ibn Rusyd tentang hukum kausalitas dan mu’jizat terhadap pendapat Al-Ghazali
a. Terdapat
hubungan yang dharu>ri>y (pasti) antara
sebab dan akibat
Kausalitas secara harfiah berarti “segala sesuatu yang
bertanggung jawab atas terjadinya perubahan
gerak dan aksi. Tujuan utama al-Ghazali mengkritik kausalitas adalah untuk
menegakkan mu’jizat dan kemahakuasaan Tuhan secara mutlak.Jadi Al-ghazali
mengambil sikap yang berbeda dengan filosof muslim yang sebelumnya.
Langkah pertama
yang dilakuan al-Ghazali adalah mengkritik pendapat para filosof yang mengatakan
bahwa hubungan antara sebab dengan
akibat bersifat niscaya. Ini berarti bahwa jika ada sebab pasti ada akibat
dan sebaliknya. Hubungan di sini, kata al-Ghazali, tidak niscaya maupun
mustahil tetapi mungkin bisa terjadi dan tidak bisa terjadi. Sehingga mungkin
saja ada api tapi tidak membakar.
Langkah kedua al-ghazali adalah menentang pernyataan
para filosof yang mengatakan bahwa “hubungan antara satu sebab dengan satu
akibat, sebab yang sama melahirkan akibat yang sama pula dan sebaliknya. Menurut
al-Ghazali, suatu akibat tidak harus terjadi
dikarekan satu sebab. Ia terjadi mungkin saja dikarenakan oleh sejumlah
sebab. Al Ghazali sungguh menolak hukum kausalitas. Ia mengatakan sangat tidak
mungkin sesuatu terjadi murni disebabkan oleh sesuatu yang lain, selain tuhan
juga berperan. Artinya Tuhan juga berperan sangat penting atas terjadinya
segala sesuatu. Hal ini dibuktikan dengan tidak semua kejadian di sebabkan
benda lain, banyak kejadian yang ada di luar hukum kausalitas. Tidak ada kemutlakan
dalam hukum sebab akibat.Karena di samping kejadian disebabkan penyebab Tuhan
juga yang menjadikan kejadian itu terjadi.[21]
Menurut Ibn Rusyd, hubungan antara sebab dan akibat
merupakan hubungan yang niscaya, bukan hubungan yang mungkin. Ini berarti jika ada
sebab pasti ada akibat, misalnya api membakar jika menyentuh sepotong kapas.
Setiap benda memiliki karakter(sifat
dan ciri tersendiri) yang membedakannya dengan benda lain, yang disebut dengan
sifat zatiyah. Jika karakter ini dihilangkan,
maka benda ini akan berubah nama, sehingga jika diuji dengan pendekatan kausalitas,
walaupun masih dengan sebab yang sama, maka benda ini akan menimbulkan akibat
yang berbeda.
b. Hubungan
sebab akibat dengan adat atau kebiasaan
Al-Ghazali
memandang hubungan sebab akibat sebagai adat atau kebiasaan. Namun Ibn Rusyd
mempertanyakan apa sebenarnya yang dimaksud al-Ghazali sebagai adat tersebut.
Apakah adat fa>’il (Allah) atau adat mawju>d, atau adat
bagi kita dalam menetapkan sesuatu sifat atau predikat terhadap mawju>d ini.
Jika dimaksud adat bagi Allah, maka ini mustahil karena apa yang disebut dengan
adat adalah suatu kemampuan atau potensi yang diusahakan fa>’il yang
mengakibatkan berulang-ulangnya fa>’il. Hal ini bertentangan dengan firman Allah :
سُنَّةَ
مَن قَدۡ أَرۡسَلۡنَا قَبۡلَكَ مِن رُّسُلِنَاۖ وَلَا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا
تَحۡوِيلًا ٧٧
(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap
rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati
perubahan bagi ketetapan Kami itu.(QS. Al-Isra’ :77)
Jika yang dimaksud adalah adat bagi mawju>d, maka hal ini hanya akan berlaku bagi
yang memiliki roh atau nyawa, karena bagi yang selain itu, bukanlah adat
namanya tetapi tabiat. Dan apabila yang dimaksud adat bagi kita dalam
menentukan sesuatu sifat terhadap mawju>d ini, seperti si Fulan
biasa(adatnya) melakukan ini dan melakukan itu, maka berarti yang mawju>d
ini semuanya terlepas dari pada nisbat( hubungan) nya kepada fa>’il
(Allah).[22]
c. Hubungan
sebab akibat dengan akal
Ibn
Rusyd juga membantah pandangan al-Ghazali tentang hubungan sebab akibat ini
dengan pandangannya yang bertitik tolak dari akal sehat, yang menurutnya
merupakan dasar yang menentukan. Menurut Ibn Rusyd bahwa filsafat tidak hanya
berdiri diatas akal sehat, tetapi juga atas ilmu pengetahuan. Pengetahuan
ilmiah mempercayai hukum sebab akibat, yang dipandang sangat meyakinkan. Karena
itu, secara tegas Ibn Rusyd menyatakan bahwa pengetahuan akal tidak lebih dari
pada pengetahuan tentang segala yang mawju>d beserta sebab akibat
yang menyrtainya. Pengingkaran akan sebab berarti pengingkaran terhadap akal
dan ilmu pengetahuan.
d. Hubungan
sebab akibat dengan mukjizat
Telah
disebutkan bahwa menurut al-Ghazali pengakuan akan adanya hubungan keniscayaan
antara sebab akibat (kausalitas) akan mengakibatkan orang tidak percaya
terhadap adanya mukjizat nabi.
Sehubungan
dengan itu, Ibn rusyd
membagi mukjizat jadi dua.Yang pertama, adalah al-barra>niy, yang berarti “mukjizat
yang tidak sesuai dengan karakter seorang Nabi sebagai Nabi”, misalnya Nabi
musa merubah tongkatnya menjadi ular.Yang kedua adalah al-Jawwa>niy, yang
berarti ‘mukjizat yang sesuai dengan
seorang Nabi sebagai Nabi” seperti Mukjizatnya Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an,
karena jenis mukjizat ini tidak akan dapat diungkapkan oleh ilmu pengetahuan(sains)
dimanapun dan kapanpun.[23]
Ternyata
Ibn Rusyd menentang adanya mukjizat al-Barra>niy, sebagai yang dipahami
Al-Ghazali sesuatu yang terjadi penyimpangan dari adat atau kebiasaan( kha>riq
al-‘adat). Karena itu, Nabi Isa dapat menghidupkan orang mati, menurut Ibn
Rusyd harus ditakwilkan dalam pengertian menghidupkan hati orang yang tidak
beriman menjadi beriman. Sedangkan mukjizat Nabi Ibrahim yang tidak mempan
dibakar api, mungkin saja waktu itu pada diri Nabi Ibrahim diberikan sifat yang
tidak bisa dibakar api.[24]
Ibn rusyd sangat yakin bahwa kejadian merupakan sudah
menunjukkan adanya hukum kausalitas, sehingga manusia bisa memprediksi kejadian
berikutnya sesuai hukum kausalitas yang berlaku. Misalkan buku akan terbakar
jika ditaruh di atas api. Selamanya akan terus demikian dan manusia bisa
meramal bahwa ketika buku diletakkan di atas api ia akan terbakar. Dengan
demikian manusia bisa menghindar dari keadaan tersebut jika tidak ingin bukunya
terbakar. Terbakarnya buku ini tidak ada campur tangan Tuhan tetap ini sudah
merupakan hukum alam yang tidak bisa digangu gugat. Kalau kita analisis hakikat
hukum kausalitas itu sendiri bahwa ia adalah suatu kesimpulan dari dua
kejadian. Misalkan, gelas jatuh maka ia pecah. Dalam keadaan ini sebenarnya
terdapat dua kejadian. Pertama gelas jatuh dan gelas pecah.Kedua kejadian
tersebut tidak bisa dicampur aduk, karena itu adalah dua kejadian yang
berlainan. Sedangkan hukum kausalitas adalah hasil kesimpulan dari dua kejadian
tersebut, sehingga kalau dua kejadian kita simpulkan akan menjadi gelas
dijatuhkan, maka ia pasti akan pecah. Perbedaan hasil dari suatu penyebab
kejadian itu dikarenakan adanya penyebab diluar kejadian itu. Sehingga
perbedaan hasil juga disebabkan adanya suatu sebab yang pasti berbeda pula. Keadaan
ini tidak lain adalah kesimpulan dari dua kejadia tersebut.
Kesimpulan tersebut adalah sebuah usaha manusia
memahami hukum alam, memantai, mengendalikan kejadian-kejadian yang tidak
diinginkan. Adapun tetap terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan adalah karena
ada sebab yang tidak seperti biasa, dengan kata lain ada sebab lain yang
merasuk dalam sebab awal.[25]
E. Kritik Ibn Rusyd terhadap teori emanasi para filosof Islam
Ibn Rusyd
menggunakan teori emanasi sebagai dasar pergulatan pemikirannya untuk memahami
relasi antara alam dan Tuhan. Dalam teori emanasi ini, Ibn Rusyd berangkat dari
pemahaman bahwa salah satu sifat Tuhan yang hakiki adalah kesempurnaan-Nya dan
keesaan-Nya. Tuhan yang Esa inilah yang mengemanasikan alam semesta karena
kesempurnaan-Nya. Kesempurnaan dan ke-Esa-an Tuhan itu harus dilihat dari sisi
perbuatan-Nya sejak azali. Karena kalau tidak dipahami demikian, maka ada saat
di mana Tuhan harus mengatur pada zaman tertentu.Terkait dengan ke-Esa-an
Tuhan, Ibn Rusyd memahami bahwa yang melimpah dari Tuhan yang Esa tidak harus
satu, tetapi juga lebih dari satu.[26]
Untuk mendukung pendapatnya ini, Ibn Rusyd
mengungkapkan perbedaan mendasar antara Tuhan dengan manusia dalam melakukan
suatu aktivitas/perbuatan. Ibn Rusyd mengatakan sesungguhnya ada perbedaan
antara Pembuat Pertama (Tuhan) dengan pembuat yang nyata (manusia). Dalam
proses penciptaan, alam semesta ini melimpah dari Tuhan yang Esa. Tuhan tidak
hanya melimpahkan yang satu saja, tetapi terdapat multiplisitas limpahan yang
terjadi, sebagai efek multiple dari tindakan Tuhan yang Esa itu. Menurut Ibn
Rusyd, tindakan Tuhan semacam itu harus dibedakan dengan tindakan manusia.
Manusia hanya mungkin melakukan sekali tindakan dengan satu efek tindakan yang
telah dibuatnya. Tetapi untuk Tuhan, dengan sekali tindakan, dapat menghasilkan
beragam efek dari tindakan yang telah diperbuat-Nya. Dengan alasan ini,
akhirnya Ibn Rusyd menolak pemahaman para pemikir teori emanasi pada umumnya
yang menyatakan bahwa dari yang Satu, Esa, hanya melimpah satu.
F. Pengaruh pemikiran filsafat Ibn Rusyd di Eropa
Ibn Rusyd lebih dikenal dan berpengaruh
besar di Eropa sebagai intelek yang telah menjembatani orang-orang Barat dalam
mempelajari kembali filsafat Yunani secara orisinil setelah lama terkubur di
abad pertengahan. Sehingga muncullah aufklarung (Renaissan) setelah lama
terjadi kemandekan dan pergulatan. Di sini Ibn Rusyd sebagai komentator
terbesar karya Aristoteles banyak berperan.
Pengaruh besar Ibn Rusyd
tidak lepas dari metode dan pendekatan yang dipakai dalam pemikiran
filosofisnya. Ibn Rusyd yang datang di tengah-tengah penguasaan dogma agama dan
pertentangan besar agama (wahyu) dan filsafat (akal) merekonsiliasikan antara
agama dan wahyu atau mempertemukan pertentangan tersebut dengan mengemukakan
argument-argumen yang dapat diterima akal dan kaum agamawan. Persamaan tujuan
dalam pencarian kebenaran menjadi senjata dalam menemukan benang merah
pertentangan agama dan filsafat. Sebagai agamawan Islam, Ibn Rusyd dalam
filsafatnya mengetengahkan justifikasi Alquran (agama) terhadap filsafat yang
sebelumnya ditolak. Lewat penyatuan akal dan wahyu ini lah pengaruh Ibn Rusyd
terus membesar.
Menurut Ibrahim Madkur, ada beberapa
alasan yang menyebabkan perhatian Barat terhadap filsafat Ibn Rusyd demikian
besar, yaitu; Ketertarikan Frederick II sebagai pecinta ilmu pengetahuan dan
filsafat terhadap komentar-komentar Ibn Rusyd akan filsafat Arestoteles dan
bagaiman dia dapat menjaga kemurniannya setelah tercampur dengan Platonisme.
Ketertarikan ini mendorongnya untuk menerjemahkan dan menyebar luaskan
pemikiran Ibn Rusyd di Eropa. Selain itu, banyak orang-orang Yahudi penganut
filsafat Ibn Rusyd juga menerjemahkan pemikiran-pemikirannya. Dan sebagai
komentator besar Arestoteles, banyak para pengkaji filsafat membaca karyanya
demi mendapatkan keorisinilan pemikiran Arestoteles.[27]
Pengaruh
besar Ibn Rusyd di Eropa ditandai dengan lahirnya gerakan Averroisme[28]
yang menghidupkan dan mengembangkan pemikiran filosofis Ibn Rusyd. Meskipun apa
yang mereka kembangkan pada akhirnya jauh berbeda dengan pemikiran asli Ibn
Rusyd. Hal ini tidak lebih dikarenakan perbedaan latar belakang saja yang
mempengaruhi pemikiran. Kelahiran aliran ini telah membuktikan pengaruh besar
Ibn Rusyd di Eropa. Meskipun banyak juga yang menentang pemikiran Ibn Rusyd,
seperti Thomas Aquinas, Raymond Lull, Albert the Great dan lainnya. Bahkan para
gerejawan berusaha membendung pengaruh pemikiran rasional Averroisme dengan
berbagai cara. Salah satu ancaman yang paling tragis adalah ancaman pembunuhan
dan penjara.[29]
G. Kesimpulan
Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid
Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd. Ia lahir di Cordova pada 1126 M dari
kalangan keluarga ahli hukum. Nenek dan orangtuanya mempunyai kedudukan sebagai
hakim agung. Pada masa mudanya, Ibn Rusyd belajar teologi islam, hukum islam,
ilmu kedokteran, matematika, astronomi, sastra dan filsafat
Karya-karya aslinya yang terpenting,
yaitu:
1.
Tahafut al-Tahafut
Sebuah buku
yang sampai ke Eropa, dengan rupa yang lebih terang, dari pada buku-bukunya
yang pernah dibaca oleh orang Eropa sebelumnya. Dalam buku ini kelihatan jelas
pribadinya, sebagai seorang muslim yang saleh dan taat pada agamanya. Buku ini
lebih terkenal dalam kalangan filsafat dan ilmu kalam untuk membela filsafat
dari serangan al-ghazali dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah.
2. Kulliyat
fit Thib (aturan Umum Kedokteran), terdiri atas 16 jilid.
3. Mabadiul Falasifah, Pengantar Ilmu
Filsafat. Buku ini terdiri
dari 12 bab.
4. Tafsir Urjuza, Kitab Ilmu Pengobatan.
5. Taslul,
Tentang Ilmu kalam.
6. Kasful
Adillah, Sebuah buku Scholastik, buku filsafat dan agama.
7. Muwafaqatil
hikmatiwal Syari’ah, persamaan filafat degan agama.
8. Bidayatul Mujtahid, perbandingan mazhab
dalam fiqh dengan menyebutkan alasan-alasannya masing-masing.
9. Risalah
al-kharaj (tentang perpajakan)
10. Al-da’awi,
dan lain-lain.
Namun karya-karyanya yang masih kita
temukan adalah sebagai berikut :
5. Fasl
al-Maqal fi man bain al-Hikmat wa al-syari’ah min al-Ittishal, yang berisi tentang korelasi antara agama dan
filsafat.
6. Al-Kasyf ‘an
Manahij al-Adillat fi ‘Aqa’id al-Millat, yang berisi tentang kritik terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi.
7. Tahafut
al-Tahafut, yang
berisi tentang kritikan terhadap karya Al-Ghazali yang berjudul Tahafut
al-Falasifat.
8. Bidayat
al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, yang
berisi tentang uraian-uraian dalam bidang fiqih
Sementara itu, Ibn Rusyd juga memberikan
sanggahan kepada al-Ghazali yang mengkafirkan para filosof. Tidak terlepas dari itu, Ibn Rusyd juga
memberikan tanggapan terhadap pandangan al-Ghazali menyangkut hukum kausalitas
dan mukjizat. Dan memberikan
kritik terhadap emanasi para filosof Muslim.
Sebagai
ilmuan besar, pengaruh Ibn Rusyd menjalar sampai ke Eropa. Ibn Rusyd lebih dikenal dan berpengaruh besar di Eropa sebagai intelek
yang telah menjembatani orang-orang Barat dalam mempelajari kembali filsafat
Yunani secara orisinil setelah lama terkubur di abad pertengahan. Sehingga
muncullah aufklarung (Renaissan) setelah lama terjadi kemandekan dan
pergulatan. Di sini Ibn Rusyd sebagai komentator terbesar karya Aristoteles
banyak berperan.
Daftar Pustaka
Al-ahwany, Ahmad Fuad, Dalam
segi-segi Pemikiran Filsafat Dalam Islam, Ahmad Daudy (edt.)Jakarta,
Bulan Bintang, 1984
Akhyar Dasoeki,
Thawil, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam, (Semarang; Dina Utama Semarang, 1993
Amin Hoesin,
Dr. Oemar, Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1975
Daudy Ahmad, Kuliah
Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1986
Hairul, Saleh,
www. Blog spot, “Titik Temu Filsafat Ibnu Rusyd dan al-Ghazali”,
com. Di akses tanggal 02-04-2013
Ibn Rusyd, Tahafut
at-Tahafut, Tahqiq Sulaiman Dunia, kairo, Dar al Ma’arif, 1964
Ibn Al-Abbar, Takmila>t li kita>b al-shila>t seperti dikutip Muhammad Yusuf Musa, Ibn
Rusyd al-Filsafat, (Mesir: Dar Ihya’al-kutub al-‘Arabiyyah).
Nata, Abuddin, Studi
Islam K omprehensif, ( Jakarta: Kencana, 2011 ).
Nasution,
Harun, Filsafat dan mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1985
Poerwanta, Drs,
dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994.
Scrib,
www.“hukum kausalitas Ibnu Rusyd vs Al-Ghazali”, com. Di akses tanggal 02-04-2013.
Syarif,
M.M(ed), Para Filusuf Muslim, (Miza: Bandung, 1985), cet. I.
Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya,
(Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004).
[1] Lihat M.M.
Syarif, (ed), Para Filusuf Muslim, (Miza: Bandung, 1985), cet. I; Lihat
pula Abuddin Nata, Studi Islam K omprehensif, ( Jakarta: Kencana, 2011
), hlm. 302
[2] Ibn
Al-Abbar, Takmila>t li kita>b al-shila>t seperti dikutip Muhammad Yusuf Musa, Ibn
Rusyd al-Filsafat, (Mesir: Dar Ihya’al-kutub al-‘Arabiyyah), hlm: 16
[3] Ibn
Al-Abbar, Takmila>t li kita>b al-shila>t seperti dikutip Muhammad Yusuf Musa, Ibn
Rusyd al-Filsafat, (Mesir: Dar Ihya’al-kutub al-‘Arabiyyah), hlm :14
[4] Komentar Pendek
disebut dengan Talkhi>s, dimana seluruh isi pembicaraan berasal dari
Ibn Rusyd. Komentar Tengah disebut dengan tausi>th, dimana setiap
permulaan bab, Ibn Rusyd membicarakan beberapa paragraf dari kata Aristoteles
kemudian diberinya ulasan. Komentar Panjang, disebut Tafsi>r, dimana
ibn Rusyd menyebutkan kata-kata Aristoteles, paragraf demi paragraf kemudian
diberinya ulasan secara lengkap
[5] Dr. Sirajuddin
Zar, Filsafat Islam(Filosof dan Filsafatnya), PT. Grafindo Persada,
Jakarta, 2007, hlm:223
[6] Dr. Sirajuddin
Zar, Filsafat Islam(Filosof dan Filsafatnya), PT. Grafindo Persada,
Jakarta, 2007, hlm:224
[7] Dr.
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam(Filosof dan Filsafatnya), PT. Grafindo
Persada, Jakarta, 2007, hlm.225.
[8] Drs.
Poerwantara, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1994. Hlm : 200
[9] Drs.
Poerwantara, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1994. Hlm :201
[10] Drs.
Poerwantara, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1994. Hlm :202
[12] Ibn Rusyd, Tahafut
at-Tahafut, Tahqiq Sulaiman Dunia, kairo, Dar al Ma’arif, 1964, hal. 362
[14] Dr. Oemar Amin
Hoesin, Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1975. Hlm : 148
[15] Ahmad Fuad Al-Ahwany, Dalam
segi-segi Pemikiran Filsafat Dalam Islam, Ahmad Daudy (edt.)Jakarta,
Bulan Bintang, 1984, hal. 66
[18] Ibn Rusyd, Tahafut
at-Tahafut, Tahqiq Sulaiman Dunia, kairo, Dar al Ma’arif, 1964, hal. 711
[19]Ibn
Rusyd, Tahafut at-Tahafut, Tahqiq Sulaiman Dunia, kairo, Dar al Ma’arif,
1964, hlm 870.
[22] Dr. Sirajuddin
Zar, Filsafat Islam(Filosof dan Filsafatnya), PT. Grafindo Persada,
Jakarta, 2007, hlm 233.
[24]
. Sirajuddin
Zar, Filsafat Islam(Filosof dan Filsafatnya), PT. Grafindo Persada,
Jakarta, 2007, hlm : 237
[25]Saleh,
Hairul, www. Blog spot, “Titik Temu
Filsafat Ibnu Rusyd dan al-Ghazali”, com.
Di akses tanggal 02-04-2013.
[26] Dr. Ahmad
Daudy, MA., “Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam”,Jakarta, Bulan
Bintang, 1984,hal.5-6.
[27]
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya,
(Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Hlm: 255
[28] adalah sebuah
paham atau aliran pemikiran di Eropa abad pertengahan yang dinisbahkan kepada
Ibn Rusyd. Namun pemikirannya justru mendistorsi pemikiran Ibn Rusyd yang utuh,
karena hanya mengambil sebahagian pemikiran saja, terutama tentang konsep otonomi
akal yang menjadi embrio.
[29]Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya,
(Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Hlm: 257-259
Best 10 best coin casino sites and bonuses 2021 - CasinoWow
BalasHapusBest Coin Casino Sites 온카지노 & Bonuses 2021: Top 10 Crypto Casinos · 1. 바카라 Red Dog Casino – Best Overall Casino Site · 2. LeoVegas – Best for Bitcoin Slots · 인카지노 3.