MAKALAH ISLAMIC
EDUCATION POLICY
KEBIJAKAN-KEBIJAKAN
TENTANG MAPK
A. Latar Belakang MAPK
Madrasah di Indonesia awalnya berupa sarana penghubung antara
sistem pendidikan tradisional pesantren dengan sistem pendidikan modern yang
diprakarsai oleh kolonial.[1] Untuk
menghindari kesenjangan antara dua lembaga pendidikan tersebut, madrasah hadir
sebagai wajah baru dalam sejarah pendidikan di Indonesia. Dengan menawarkan
pendidikan yang berbasis agama tanpa mengesampingkan pendidikan umum dan
menjadikan pendidikan umum bagian dari kurikulumnya.
Masyarakat mengenal madrasah sebagai pendidikan keagamaan. Pemahaman masyarakat
ini tidak sepenuhnya madrasah dibangun untuk pendidikan yang ingin
mendalami agama Islam. Dalam
perkembangan madrasah mengalami transformasi
sejalan dengan perkembangan
sosial, politik, dan
budaya masyarakat Indonesia.
perkembangan ini, madrasah telah berkontribusi layaknya
sekolah. Inovasi pemerintah dalam rangka pengembangan madrasah terus bergulir. Dengan
dikeluarkan surat kesepakatan bersama (SKB) oleh tiga menteri, yaitu Menteri
pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama sendiri sendiri tentang”Peningkatan Mutu
Pendidikan pada Madrasah” pada tahun 1975, madrasah
mengalami perubahan yang signifikan terutama pada bagian kurikulumnya[2]
latar belakang munculnya kebijakan tersebut adalah kesadaran pemerintah dan
umat Islam akan ketertinggalan madrasah dibandingkan
sekolah umum. Pada saat itu, pesantren, madrasah atau sekolah Islam identik
dengan sekolah agama dan berjalan sendiri-sendiri, pemerintah memang sudah
menggariskan muatan kurikulum akan tetapi masi umum dan penekananya pada
pengajaran agama[3]
Tapi di balik peningkatan mutu madrasah tersebut, muncul dilema baru sehubungan
perombakan kurikulum madrasah, dari 60% agama dan 40% umum menjadi 30% agama
dan 70% umum.[4]
Melihat
fenomena tersebut, pemerintah memberi solusi melalui Keputusan Menteri Agama
No. 73 tahun 1987 tentang Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK)[5] Pada
era Menteri Agama dijabat oleh Munawir Syadzali, pernah dibuka Madrasah Aliyah
Program Khusus (MAPK) dengan keahlian di bidang agama yang ditunjang oleh
kemampuan berbahasa Arab dan bahasa Inggris sangat baik. Walaupun jumlahnya
sangat sedikit, alumni program ini diakui memiliki kompetensi yang sangat
menonjol dibanding dengan lulusan madrasah
aliyah pada umumnya. Alumninya yang
kini berusia 30-40
an tahun banyak yang memiliki karir menonjol di berbagai
bidang.Seiring dengan perkembangan
pendidikan, MAPK telah
berakhir karena MAPK hanya semacam ‘program sisipan’ dan ‘bayangan’ dan MAPK
kurang diperhatikan oleh menteri-menteri agama yang menjabat selanjutnya Program MAPK mengalami restrukturisasi. Puncaknya adalah
dengan keluarnya Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 371 Tahun 1993,
restrukturisasi madrasah dilakukan dengan perubahan MAPK menjadi Madrasah
Aliyah Keagamaan (MAK). Memang secara substansial, antara MAPK dengan MAK tidak
ada perbedaan yang berarti, kecuali beban kurikuler MAPK agak lebih berat
ketimbang MAK.
Sekarang ini yang tersedia
adalah madrasah aliyah
dengan Peminatan Keagamaan.
Sebagaimana madrasah aliyah program
IPA, IPS, atau
Bahasa, madrasah aliyah
Program Keagamaan pada hakikatnya adalah madrasah aliyah
reguler dengan tambahan penguatan di bidang agama. Data dewasa
ini tercatat bahwa
madrasah aliyah yang
memiliki Program Keagamaan
sebanyak 765 baik negeri maupun swasta.[6]
Madrasah merupakan bagian dari pembaharuan Islam di Indonesia, yang
memiliki kontak cukup intensif dengan gerakan pembaharuan di Timur Tengah sejak
masa klasik hingga masa modern dengan segala bentuk penyesuaian dan
pembaharuan. Pertumbuhan dan perkembangan madrasah di Indonesia tidak dapat
dilepaskan dari perkembangan masyarakat.[7]
Globalisasi dan derasnya arus informasi mambuat setiap orang menuntut untuk
menyesuaikan perubahan zaman yang selalu berkembang dengan cepat dalam hubungan
antar bangsa dan mobilitas lapangan kerja.[8]
Ketika komersialisasi pendidikan sudah mulai mengenjala, berbagai sebutan
diadakan untuk menjaring konsumen mulai dari sekolah model,[9]
sekolah terpadu, sekolah unggulan, sekolah berstandar nasional, sekolah plus,
dan sebagainya.
Menurut Husni
Rahim, upaya Dapertemen Agama untuk menigkatkan kualitas dan kesesuian madrasah
dengan kebutuhan masyarakat dan dunia global yang telah dilakukan diantara
denagn diadakan : 1). Madrasah Negeri sejak 2 Juli 1946[10];
2) Madrasah dan sekolah pada pondok pesantren; 3) Madrasah wajib belajar sejak
tahun ajaran 1958/1959 dan berhenti pada tahun 1970; 4) Madrasah/sekolah dengan
sistem Boarding, semenjak 1980-an berupa madrasah Aliyah Program Khusus
(MAPK/MAK); 5) Madrasah Aliyah Program Keterampilan (MAPK), progaram ini dimulai
tahun 1989 dengan bantuan UNPD/UNESCO, dan kemudian dilanjutkan oleh Islamic
Development Bank; 6) Madrasah model adalah madrasah yang secara khusus
diinterpensi untuk meningkatkan kualitas bidang sains dan matematika; 7)
Madrasah Terpadu, meliputi MI, MTs, dan MA yang berada disatu lokasi sebagai
satu kesatuan sekolah. Dengan begitu seluruh aspek baik kurikulumnya, proses
belajar mengajar, guru, fasilitas dapat dipadukan sebagai satu kesatuan yang
berkesinambungan satu sama lain.[11]
Sehingga keluarlah Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dimana telah menempatkan madrasah sama dengan pendidikan
umum, dengan tujuan agar tidak ada lagi dualisme[12]
sistem pendidikan di Indonesia. Dapartemen Agama yang mengatur/mengelola telah
berbuat banyak dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan madrasah dengan
berbagai kegiatan program berupa perbaikan kurikulum, pelatihan, pemenuhan
sarana dan prasarana madrasah, dan lain-lain. Terdapat pula berbagai madrasah
yang menjadi fovorit dikalangan masyarakat seperti madrasah model[13],
madrasah terpadu[14]
maupun madrasah unggulan insan cendekia[15].
B.
Tujuan MAPK
Adapun tujuan dari MA Program Khusus/Keagamaan adalah untuk Menghasilkan
peserta didik yang kompeten dalam bidang keagamaan (Tafaqquh fiddin); Menghasilkan
peserta didik yang kompeten dalam bidang kebahasaan asing (minimal Bahasa Arab
dan Bahasa Inggris); dan Menghasilkan
peserta didik yang
kompeten dalam bidang
wawasan dan khazanah keislaman.[16]
Ada beberapa alasan penting, kenapa MA Program Keagamaan ini lahir
dalam konteks pendidikan di tanah air. Pertama, Madrasah Aliyah
Program Keagamaan diharapkan mampu
mempersiapkan manusia unggul
dalam arti menguasai keilmuan islam yang mumpuni,
memiliki kecerdasan intelektual, emosional, spiritual (IESQ), dan sosial
secara terpadu; Kedua, membuka akses yang lebih luas kepada masyarakat terhadap
lembaga pendidikan Islam yang bermutu tinggi, yang dapat menampung dan mengembangkan
potensi peserta didik
secara optimal dan
terpadu, sebagai kader
ulama di masa
mendatang; Ketiga, mengembangkan lembaga pendidikan Islam yang dapat dijadikan model dan contoh (uswah hasanah) bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam
lainnya yang ada di daerah; Keempat, merupakan bentuk
komitmen pemerintah dalam
hal ini Kementerian
Agama RI selaku institusi pendiri, sekaligus pembina dan penanggung jawab
lembaga pendidikan Islam untuk melaksanakan
amanat Undang Undang
Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional; Kelima, ekspektasi
masyarakat yang begitu
besar akan lahirnya
madrasah tempat melakukan kaderisasi
keulamaan yang berwawasan
keindonesiaan dan keislaman
rahmatan lilalamin atau
(tafaqquh fiddin).
Madrasah Model
A. Latar Belakang
Program madrasah
Aliyah model dimulai pada 1993 melalui proyek JSEP (Junior secondary education
project) dan kemudian pada tahun 1998 diteruskan dengan program BEP (Basic
Education Project) untuk MI dan Mts. Pada tahun 2000 dikembangkan proyek DMAP
(Development of Madrasah Aliyah Project) untuk MA.[17]
Program
ini diadakan dengan dasar pemikiran bahwa pada saat itu citra madrasah sebagai
lembaga pendidikan formal, madrasah masing dianggap sebagai lembaga pendidikan
kelas dua setelah sekolah umum. Kerena dalam kenyataannya, memang banyak
madrasah memiliki kelemahan dalam praktek penyelenggaraan pendidikan madrasah,
yaitu dalam hal manajemennya, bidang profesionalitas gurunya, masalah kualitas
lulusannya, dan dibidang sarana dan prasarana. Dengan keaadaan tersebut,
Departemen Agama sebagai Pembina madrasah melakukan beberapa program yang
diharapkan dapat mengangkat citra madrasah, agar sejajar dengan sekolah yang
berada dibawah pembinaan Departemen Pendidikan Nasional.[18] Dari
upaya ini, Departemen keagamaan pada saat itu sangat menginginkan adanya
perubahan yang signifikan terhadap kualitas madrasah sebagai lembaga pendidikan
yang nantinya bisa sejajar dan unggul dengan sekolah umum lainnya.
Jadi, hal ini menjadi misi yang diemban oleh Madrasah
Model yang telah ditunjuk oleh Depag di masing-masing daerah adalah tidak hanya
unggul sendirian namun harus membantu madrasah lain sekitarnya dalam
meningkatkan kualitas pendidikan mereka, berperan sebagai lokomotif yang
menarik madrasah-madrasah swasta di sekitanya sehingga menjadi madrasah yang
berkualitas.
B.
Pengertian Madrasah
Model
Di dalam kamus besar bahasa Indonesia kata model diartikan pola, contoh,
acuan atau macam dari sesuatu yang akan dibuat.[19] Kemudian istilah ini dilekatkan dengan
madrasah/sekolah sebagai salah satu program lembaga pendidikan. Program
madrasah model adalah sebuah program yang ditujukan untuk menjadikan satu
madrasah sebagai madrasah yang baik dalam semua unsurnya, agar dapat digunakan
sebagai percontohan bagi madrasah-madrasah disekitarnya.[20]Dapertemen
Agama merintis beberapa kebijakan dan program yang dimana untuk pengembangan
madrasah melalui 3 skenario yaitu Madrasah Model, Unggulan, dan Terpadu.
Program ini telah mulai sejak tahun 1999, perintisan madrasah unggulan pada
dasarnya bartujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan madrasah dengan upaya
untuk menjadikan madrasah sebagai “magnet school” yang akan mentransfer
keberhasilannya kepada madrasah yang lain, dan untuk itu sebagai transmisi
nilai-nilai agama sekaligus sentral pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.[21]
Madrasah Model adalah madrasah yang dimana secara khusus
diinterverensi untuk meningkatkan kualitas dibidang sains dan matematika atau
yang kemudian lebih dikenal dengan Mafikibb (Matematika, Fisika, Kimia,
Biologi, dan Bahasa Inggris). Program ini pertama kali dipendanai oleh Asian
Development Bank (ABD) dalam bentuk loan( pinjaman luar negeri), embrio program
ini dimulai sejak tahun 1993 melalui proyek Junior Secondary Education Project dan
kemudian dikembangkan pada proyek Basic Education Project pada tahun 1996, dan
Development of Madrasah Aliyah Projek tahun 1997. Sehingga pada tahap awal
proyek-proyek ini mulai terbentuk 22 MI Model dan 15 MTs Model serta 35 MA
Model yang tersebar di 26 provensi.[22]
Madrasah Model, secara umum persyaratan yang dikriteriakan sebagai berikut:
1) Memiliki manajemen madrasah yang baik. 2) SDM yang berkualitas. 3)
Kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan. 4) Bantuan pendidikan yang
memadai. 5) Keunggulan kualitas lulusan.[23]
C. Perkembangan Madrasah Model
Secara umum dapat dikatakan bahwa, performance madrasah model di
tiap provensi dan kabupaten menepati peringkat diatas rata-rata. Untuk
mengetahui performa madrasah sebagai sebuah expose facto, salah satu metode
yang dikembangkan dalam metode deskriptif untuk menemukan dilapangan
seluas-luasnya tentang obyek reseach pada satu masa atau saat tertentu.[24]
Prestasi dan perkembangan madrasah model, masih menujukkan bahwa
dinamika madrasah model semakin menguatkan keunikan madrasah sebagai institusi
pendidikan berbasis masyarakat. Menurut Husni Rahim, keunikan madrasah terutama
adalah statusnya yang nayoritas milik swasta, berbeda halnya dengan sekolah
dilingkungan Diknas. Pada tingkat sekolah dasar jumlah madrasah ibtidaiyah
negeri hanya 4,8% dibanding dengan madrasah ibtidaiyah swasta yang jumlah
95,2%. Keadaan ini terbalik dengan sekolah dasar negeri berjumlah 93,11% dan
sekolah dasar swasta 6,89%. Pada tingkat SMP, keadaanya tidak jauh berbeda.
Jumlah madrasah Tsanawiyah negeri 24,3% dan madrasah Tsanawiyah swasta 75,7%
sedangkan diDiknas SMP Negeri 44,9% berbanding 55,9% sekolah swasta. Hal yang
sama pada tingkat SMU dimana jumlah Madrasah Aliyah Negeri sebanyak 30% dan
madrasah swasta 70%. Di Diknas keadaannya serupa, SMU Negeri 30,5% dan SMU
Swasta berjumlah 69,5%.[25]
Dari pembahasan diatas dapat dikemukan kesimpulan bahwa konsep
pengembangan madrasah model awalnya dimunculkan untuk memacu perkembangan sains
dan teknologi dimadrasah, dalam implementasinya didukung dengan program
peningkatan kualitas kepala madrasah. Konsep pengembangan madrasah model
merupakan model peningkatan kualitas madrasah dengan didesainnya penguatan
mafikib, keunggulan kualifikasi guru dan kepala madrasah, kualitas manajemen
serta fasilitas memadai dan administrasi yang baik.
D. Desain Pengembangan Madrasah Model
Dalam rangka antisipasi kecenderungan masa depan madrasah yang akan
berkompetisi dengan lembaga lain, maka manajemen madrasah harus ditata ulang.
Manajamen yang selama ini lebih mengandalkan faktor intuisi dan pengalaman,
harus diganti dengan manajemen modern, sebagaimana yang dirokemendasikan oleh
Balitbang Depag RI (2001), yaitu Manajemen Berbasis Madrasah (MBM) atau sering
disebut School Based Management (SBM). MBM merupakan institusi sosial yang
mengandung makna kewenangan pengambilan keputusan dilihat dari perspektif peran
madrasah yang sesungguhnya. Oleh karena itu, MBM sering dikatakan suatu upaya
memposisikan kembali peran madrasah yang sesungguhnya. MBM memberikan peluang mengakomodasikan
pihak-pihak berkepentingan untuk berkontribusi secara positif terhadap
peningkatan kinerja madrasah, yang terefleksikan dalam perumusan visi, misi,
tujuan serta program-program prioritas madrasah yang disusun secara
kolaboratif.[26]
Berikut ini beberapa poin penting yang harus dimiliki
oleh para pengelola madrasah menuju terwujdnya madrasah unggul.[27]
1.
Kepala Madrasah
Kepala madrasah dituntut dapat menerjemahkan
perananya sebagai professional leader dalam tindakan dan
perilaku yang mendorong dirinya, guru dan staf yang ada menuju visi keunggulan.
2.
Guru
Guru juga harus siap untuk mengembangkan bahan-bahan
pembelajaran, pendekatan, alat-alat yang diperlukan untuk mendukung potensi
siswa untuk berkembang.
3.
Kurikulum
Kurikulum
merupakan pedoman bagi guru dalam menyelenggarakan pembelajaran. Kurikulum
memberikan konsep-konsep standar dari mata pelajaran yang perlu diajarkan
kepada siswa berdasarkan pertimbangan akademik dan perkembangan psikologi
siswa. Apa yang akan diajarkan kepada siswa adalah apa yang sebenarnya
diperlukan oleh siswa dan menstimulasi siswa untuk mempelajari sendiri (rasa
keingintahuan).
4.
Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran lebih
mendorong siswa dalam merasa tertantang untuk belajar untuk mengembangkan
keingintahuan individu siswa untuk mendalami sesuatu. Siswa membangun
pengetahuan dan kegunaan apa yang dipelajari dalam satu kesatuan. Oleh karena
itu, interaksi siswa dengan pihak lain termasuk sumber belajar yang ada di
lingkungan madrasah merupakan bagian dari peran guru dalam membantu terciptanya
kondisi yang mendukung minat dan keasyikan siswa untuk mempelajari sesuatu.
5.
Penilaian
Penilaian pembelajaran bukan
hanya untuk melihat daya serap yang dipelajari. Tetapi juga untuk mengetahui
faktor yang menjadikan siswa mengalami kesulitan dalam belajar, mengembangkan
kemampuan siswa mengenai apa yang ingin dicapai sejalan dengan potensi dan
kebutuhan masing-masing. Siswa memahami apa yang dinilai, untuk apa dan
bagaimana penilaian dilaksanakan.[28]
6.
Layanan kepada
Peserta didik
Dalam setiap kelas, prestasi belajar peserta didik
dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu kelompok peserta didik berkemampuan
cepat, kelompok anak didik berkemampuan normal dan kelompok peserta didik
berkemampuan lambat (di bawah rata-rata). Kecenderungan pembelajaran selama ini
adalah guru lebih banyak berkonsentrasi pada kelompok cepat saja, sehingga
peserta didik dari kelompok lambat agak terabaikan, atau apabila guru
memperhatikan peserta didik dari kelompok lambat, maka peserta didik kelompok
cepat akan terhambat kecepatan belajarnya. Berdasarkan kenyataan ini, maka
sekolah diupayakan memberi pelayanan pendidikan yang berorientasi pada
kemampuan peserta didik secara individu.
7. Pengembangan Bakat dan Minat
Pengembangan bakat dan minat diarahkan untuk merancang
masa depan bagi peserta didik sepenuhnya. Peserta didik dipandang sebagai
pribadi yang memiliki potensi yang berbeda-beda yang perlu diaktualisasikan
secara optimal. Untuk itu, membutuhkan kondisi yang kondusif bagi tumbuh dan
berkembangnya bakat dan minat tersebut.[29]
8. Pengembangan Lingkungan Belajar
Salah satu unsur penting dalam menumbuhkembangkan
potensi peserta didik adalah bagaimana menata lingkungan agar belajar
benar-benar merupakan aktivitas yang menggairahkan. Lingkungan belajar
bagaimanapun caranya dimaksudkan agar peserta didik senang belajar. Salah satu
karakteristik dari penataan lingkungan seperti ini adalah keterlibatan peserta
didik sebagai subyek yang belajar. Pemikiran ini dijadikan titik tolak untuk
mencari jawaban atas pertanyaan apa yang harus disediakan dalam lingkungan agar
anak terdorong untuk terlibat dalam peristiwa belajar. Jawaban atas pertanyaan
ini akan membawa implikasi yang luas, karena terkandung suatu pemikiran
pembaharuan tentang bagaimana memperlakukan peserta didik sebagai subyek
belajar, bukan sekadar obyek belajar, dan apa yang harus disediakan untuk
peserta didik agar terjadi peristiwa belajar dalam dirinya.
9. Pengembangan
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana maksudnya adalah semua perangkat,
baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software)
yang digunakan dan dapat mendukung proses pendidikan dan pembelajaran. Sarana
misalnya: media pendidikan (buku, kamus, alat-alat praktik, media audio, media
visual, dan media audio visual). Sedang prasarana meliputi: bangunan Sekolah
yang berupa gedung, perpustakaan, laboratorium, bengkel dan perabot Sekolah
serta berbagai hal yang erat hubungannya dengan mutu Sekolah.[30]
Peningkatan kualitas sebuah lembaga pendidikan tidak bisa lepas
dari peningkatan fasilitas belajar untuk menunjang prestasi siswa. Sarana dan
prasarana pendidikan merupakan bagian dari segala fasilitas yang dianggap bisa
meningkatkan kualitas mutu pembelajaran dan pendidikan siswa serana atau media
pembelajaran merupakan suatu bentuk yang dimanfaatkan orang untuk proses
informasi dalam pembelajaran guna untuk membantuk memberikan motivasi dan
inovasi pada pembelajaran agar dapat terjadi proses belajar pada siswa secara
efektif dan efisien.[31]
E.
Dasar Kebijakan
Madrasah Model
Madarsah model mulai dirintis Dapertemen Agama sejak tahun 1993,
dimaa Dapertemen Agama memperoleh pinjaman lunak dari Asian Development Bank
untuk membangun sebuah proyek pemberdayaan Madrasah Tsanawiyah yang disebut
dengan proyek Junior Secondary Education Project dengan membangun target 54
MTsN Model yang tersebar di 26 provensi dengan penetapannya melalui SK Menteri
Agma No. E/54/1998.[32]
Kebijakan ini ditempuh setelah dikeluarkannya Undang-undang no.2 tahun 1989
tentang sistem pendidikan nasional yang mendapat memposisikan madrasah sebagai
sekolah umum berciri khas agama Islam. Sebagai sekolah umum, tentu ada tugas
berat yang diemban oleh madrasah, yaitu sebagai penyelenggaraan program wajib
belajar pendidikan dasar 9 tahun sebagaimana sekolah umum yang lain, dan
sebagai lembaga pendidikan umum harus memenuhi standar sekolah umum terutama
dalam bidang pelajaran umum.[33]
Kalau kita merujuk kepada SK Dirjen
Binbaga Islam No. E.IV/PP.66/KEP/17-A/98 menjelaskan bahwa visi dari
madrasah model adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan pendidikan
nasional yang bermuara kepada tujuan pembangunan nasional yang sistematis,
terarah dan intensional dalam menggali dan mengembangkan potensi manusia di
Indonesia yang secara maksimal, sehingga dapat menjadi bangsa yang maju, damai
dan sejahtrera, serta dihormati oleh bangsa-bangsa lain dalam persaingan
global.” Berdasarkan visi tersebut, madrasah model mempunyai misi dalam
meningkatkan dan mengembangkan potensi sumberdaya manusia sebagai subjek dan
sebagai sarana dalam mencapai tujuan pembangunan nasional.[34]
F.
Tujuan
Madrasah/Sekolah Model
1.
Menjadi acuan dalam penyelenggaraan sekolah lainnya
baik negeri maupun swasta.
2.
Sebagai sekolah pembina terhadap sekolah setingkat di
sekitar wilayahnya dalam bidang kurikulum, pengajaran, administrasi dan
sebagainya.
3.
Sebagai tempat
penyelenggaraan pelatihan tenaga guru dan tenaga kependidikan lainnya melalui
fasilitas Pusat Sumber Belajar (PSB) yang disediakan. Ini hanya berlaku bagi
sekolah model yang diperlengkapi dengan fasilitas pelatihan atau fasilitas PSB.
4.
Sebagai fasilitator
(pelayan fasilitas belajar) bagi sekolah sekitarnya yang ingin memanfaatkan
fasilitas belajar yang ada, seperti perpustakaan, laboratorium, work shop
keterampilan dan lain sebagainya secara bergilir (time sharing).
Penutup
G.
Kesimpulan
Kehadiran madrasah model di Indonesia
merupakan harapan yang sejak lama diimpikan oleh banyak kalangan, sebab
madrasah model sudah menjadi sebuah kebutuhan yang mendasari kehidupan guna
mendapatkan kehidupan yang layak di masa yang akan datang.
Lembaga pendidikan madrasah model harus
diakui oleh pemerintah dan masyarakat, bukan oleh lembaga atau sekolah itu
sendiri. Dinamakan madrasah Model berarti memiliki nilai yang lebih dibanding
dengan sekolah biasa yang dapat dilihat dari aspek fisik dan aspek lain yang
sangat menentukan, misalnya proses pembelajarannya atau output yang dihasilkan.
Madrasah model juga harus mampu menunjukkan dirinya sebagai sekolah yang pantas
untuk dijadikan contoh oleh sekolah lainnya.
Kategori madrasah model menjadi sebuah
pilihan bagi orang tua untuk menyekolahkan anaknya, karena sekolah dengan label
model sudah dianggap mampu mencetak anak didik yang berkualitas. Selain itu,
madrasah model juga sebagai pusat pengembangan pendidikan Islam dalam
rangka melakukan perbaikan mutu
pendidikan Islam di sekolah. Maka dari itu semoga bermanfaat. Amin.
Daftar Pustaka
ABD, Report
and Recommendation of President to the Board of Director on Proposed Loan of
Republic of Indonesia for Private Junior Secondary Education Project
,(Manila ABD,1995)
Abdul Mukti
Bisri, Kebijakan Pengembangan Madrasah Unggulan, Model dan Terpadu (Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008)
Agus Maimun,
Agus Zainul Fitri, Madrasah Unggulan, (Malang, UIN, Maliki Press, 2010)
Agus Maimun dan Agus Zainul Fitri, Sekolah Unggulan, (Malang, UIN Maliki
Press, 2010)
Canter V. Good
(ed), Dictionary of Education, (New York: MoGraw-Hill Book Company, 159)
Depag RI, Pedoman
Penegerian Madrasah (Jakarta: Depag RI,2000)
Depag RI, Sistem Penyelenggaraan Sekolah
Aliyah Model, (Jakarta: 1996)
Depag RI, Surat Keputusan Dirjen. Binbaga Islam No.
E.IV/PP.66/KEP/17-A/98
Dapertemen
Agama RI, Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan tahun Pelajaran 2004-2005
(Jakarta: Depag RI,2005)
Diktorat
Pendidikan Madrasah Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian agama
Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Madrasah Aliyah Program Keagamaan,
2016
Fatah Syukur
NC, Dinamika Madrasah dalam Masyarakat Industri, (Semarang: al Qalam
Press, 2004), cet. I
Fuad Fachruddin, “Madrasah Model: Indikator Obyektif
dan Operasionalnya”, Madrasah, Vol. 3, No. 3 (Jakarta: PPIM IAIN,
1998),
Fuad Fachruddin dari
Headlye Beare, dkk., Creating An Exellence School. (London:
Routtledge, 1991)
HAR. Tilar, Pengembangan
Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi (Jakarta: Grasindo, 1997)
Husni Rahim, Keunikan
Madrasah. Lihat : http://www.Pendis.Depag.Go.Id dan http://www.blogger.com/feeds/35417963/posts
Imam Tolchah
dan A.Barizi, Membuka Jendela Pendidikan: Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam
(Jakarta: Rajawali Pers,2004)
Kafrawi, Pembaharuan Sistem Pendidikin
Pondok Pesantren,(Jakarta:Cemara
Indah, 1978)
Mukti Ali, Menuntaskan Integrasi Sistem
Pendidikan, hasil
wawancara yang dimuat dalam Jurnal Madrasah, Vo.1. No.3
tahun 1997
Mengadopsi definisi
manajemen SDM Soekidjo Notoatmodjo, Manajemen Sumberdaya
Manusia:Pendidikan dan Pelatihan, (Jakarta: FKM-UI, 1992)
MTs Model: Lokomotif Penigkatan Kualitas Madrasah dalam Jurnal
Madrasah Vol.2.No.3 tahun 198
Maksum, Madrasah:
Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999)
Masykuri
Abdillah, The Status of Madrasah, Diniyah and Pesantren Education in The National
Education System, (Jakarta: The Research and Development
Agency-MoNE,2001)
Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah di
Indonesia (Kediri: STAIN Kediri Press, 2009)
Puslitbang, Pendidikan
Agama dan Keagamaan, (Jakarta, Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan
RI, 2001)
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus
Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2004)
Raharjo, “Madrasah
sebagai Centre of Exellence”, dalam Ismail SM (eds.), Dinamika Pesantren dan
Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), cet. I
Winarno
Surachmat, Metode Reseach: Dasar dan Teknik (Bandung: Tarsito, 1980)
Zuhairini,
dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993)
[1] Fatah Syukur
NC, Dinamika Madrasah dalam Masyarakat Industri, (Semarang: al Qalam
Press, 2004), cet. I, hlm. 34
[2] Keputusan
tersebut memuat beberapa keputusa yang terdiri dari atas 7 bab. Diantaranya
adalah Bab 1 yang memuat tentang ketentuan umum, yang menyebutkan bahwa
madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar dengan diberikan
bobot alokasi waktu 30% di samping pelajaran umum dengan bobot waktu 70%,
madrasah juga meliputi tiga tingkatan sesuai dengan sekolah : MI setara SD, MTs
setara SMP, dan MA setara SMA. Sedangkan
dalam Bab 3 dijelaskan tentang bidang-bidang peningkatan pendidikan, disebutkan
peningkatan mutu pendidikan pada madrasah meliputi bidang kurikulum, alat-alat
pendidikian, buku-buku pelajaran, dan sarana pendidikan pada umunya serta dalam
bidang pendidik(guru). Lihat kafrawi, Pembaharuan Sistem Pendidikin
Pondok Pesantren,(Jakarta:Cemara
Indah, 1978) hlm.198-203.
[3] Mukti Ali, Menuntaskan Integrasi Sistem
Pendidikan, hasil
wawancara yang dimuat dalam Jurnal Madrasah, Vo.1. No.3
tahun 1997, hlm.36
[4] Beberapa
permasalahan yang muncul : 1.Berkurangnya materi pendidikan agama. Hal ini
dilihat sebagai upaya pendangkalan pemahaman agama, karena muatan kurikulum
agama sebelum SKB dirasa belum mampu mencetak muslim sejati, apalagi kemudian
dikurangi. Tamatan madrasah serba tanggung. 2.Pengetahuan agamanya tidak mendalam
sedangkan pengetahuan umumnya juga rendah. Lihat Raharjo, “Madrasah sebagai
Centre of Exellence”, dalam Ismail SM (eds.), Dinamika Pesantren dan Madrasah,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), cet. I, hlm.228.
[5] Zuhairini,
dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 59
[6] Diktorat Pendidikan
Madrasah Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian agama Republik
Indonesia, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Madrasah Aliyah Program Keagamaan,
2016 hlm.1
[7] Maksum, Madrasah:
Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999) hlm.82
[8] HAR. Tilar, Pengembangan
Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi (Jakarta: Grasindo, 1997) hlm.155
[9] Pengertian
Model School :”a school maintained by a teacher, enducation institution or
public school system, in which approved methods of instruction or management
may be observed by students and visiting educators but in which there is no provision for practice
teaching.” Lihat Canter V. Good (ed), Dictionary of Education, (New
York: MoGraw-Hill Book Company, 159) hlm.350
[10] Yang dimaksud
Husni Rahim adalah program pemerintah dalam pengertian madrasah, yaitu
menjadikan madrasah swasta berstatus madrasah negeri dengan prosedur penyerahan
aset madrasah kepada pemerintah. Lihat Depag RI, Pedoman Penegerian Madrasah
(Jakarta: Depag RI,2000) hlm.2
[11] Makalah
disampaikan pada seminar: “Roundtable discussion tentang madrasah” yang
diselenggarakan oleh INCIS, pada tanggal 22 juni 2004 dihotel Atlet Senayan
Jakarta. Madrasah selama ini dianggap memiliki titik lemah pada bidang sains
dan matematika, inilah pula yang menjadikan alasan sehingga program ini untuk
pertama kali dibiayai oleh pinjaman luar negeri (Asian Development Bank).
Sehingga pada tahun 1993 disetujui adanya proyek luar negeri Junior Secondary
Education Project sebagai salah satu dari projek di Depdiknas. Ketika itu
perkembangan madrasah model terbatas sampai MI dan MTs, sehungga dalam
perjalannya dilanjutkan ke tingkat MA melalui proyek yang berdiri sendiri yaitu
Basic Enducation Project dan Development Madrasah Aliyah Project. Husni Rahim, Anatomi
Madrasah di Indonesia.
[12] Dualisme yang
dimaksud adalah dikhotomi pendidikan jalur agama dan pendidikan jalur formal
sehingga digeser peran agama menjadi persoalan akhirat yang tidak memiliki
keterpautan dengan perkembangan global dan orientasi perkembangan/pembangunan
sumber daya manusia masa depan. Lihat Imam Tolchah dan A.Barizi, Membuka
Jendela Pendidikan: Mengurai Akar Tradisi
dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali
Pers,2004) hlm.3
[13] Madrasah model
awalnya dimunculkan dilingkungan Dapertemen Agama, khususnya dalam pengelolaan
proyek dengan sumberdana dari luar negeri untuk membedakan antara madrasah yang
diberikan bantuan dari proyek sebagai pilot project dan madrasah reguler
lainnya. Proyek tersebut adalah JSEP(Junior Secondary Education Project) dan
BEP( Basic Education Project) ditahun 1992. Madrasah ini mulai diselenggarakan
di 15 kabupaten di lima provinsi , Funding untuk kedua proyek ini adalah
Asian Bevelopment Bank selanjutnya
berkembang keseluruh kabupaten agar dirintis masing-masing kabupaten satu
madrasah.
[14] Bentuk madrasah
yang menyelenggarakan jenjang pendidikan dasar dan menengah secara terpadu
dengan disediakan sumber belajar bersama dan fasilitas.
[15] Bentuk madrasah
yang lebih spesifik dari madrasah model yang dimana dengan sumber pendanaan
lebih banyak dari Funding negara-negara Islam melalui Islamic Developmen
Bank.
[16] Diktorat
Pendidikan Madrasah Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian agama
Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Madrasah Aliyah Program
Keagamaan, 2016 hlm.1
[18]
Imran Siregar, Efektifitas Penyelanggaraan Madrasah Model: Studi
tentang MAN 2 Model Padangsidempuan (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan
Keagamaan, tth.) hlm.12
[19] Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus
Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2004),
989
[20] Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah di
Indonesia (Kediri: STAIN Kediri Press, 2009), 80.
[21] Masykuri
Abdillah, The Status of Madrasah, Diniyah and Pesantren Education in The
National Education System, (Jakarta: The Research and Development
Agency-MoNE,2001) t.d, hlm. 7
[22] Dapertemen
Agama RI, Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan tahun Pelajaran 2004-2005
(Jakarta: Depag RI,2005) hlm.95-100
[23]
Fuad Fachruddin, “Madrasah
Model: Indikator Obyektif dan Operasionalnya”, Jurnal Madrasah,
Vol. 3, No. 3 (Jakarta: PPIM IAIN, 1998),hlm 80
[24] Winarno
Surachmat, Metode Reseach: Dasar dan Teknik (Bandung: Tarsito, 1980),
hlm.131
[25] Husni Rahim, Keunikan
Madrasah. Lihat : http://www.Pendis.Depag.Go.Id dan http://www.blogger.com/feeds/35417963/posts
[26] Agus Maimun,
Agus Zainul Fitri, Madrasah Unggulan, (Malang, UIN, Maliki Press, 2010)
hal 51
[27] Fuad Fachruddin dari
Headlye Beare, dkk., Creating An Exellence School. (London:
Routtledge, 1991), 154-157.
[28] Fuad Fachruddin, “Madrasah Model: Indikator Obyektif
dan Operasionalnya”, Madrasah, Vol. 3, No. 3 (Jakarta: PPIM IAIN,
1998), 20.
[30]
Puslitbang, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (Jakarta, Balitbang
Agama dan Diklat Keagamaan RI, 2001), 23.
[31] Abdul Mukti
Bisri, Kebijakan Pengembangan Madrasah Unggulan, Model dan Terpadu (Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008) hlm.29
[32] Lihat MTs
Model: Lokomotif Penigkatan Kualitas Madrasah dalam Jurnal Madrasah
Vol.2.No.3 tahun 198
[33] Implikasi dari
undang-undang ini merupakan dimulainya berlaku kurikulum 1994 untuk semua
sekolah dan madrasah. Kekurangan madrasah terlihat terutama dalam mata
pelajaran umum, akan tetapi pemerintah merasa perlu melakukan percepatan
program peningkatan kualitas mutu madrasah melalui proyek ABD. Lihat ABD, Report
and Recommendation of President to the Board of Director on Proposed Loan of
Republic of Indonesia for Private Junior Secondary Education Project ,(Manila
ABD,1995), hlm. 11
[34] Depag RI, Surat
Keputusan Dirjen. Binbaga Islam No. E.IV/PP.66/KEP/17-A/98
Tidak ada komentar:
Posting Komentar