Senin, 22 Mei 2017

MAKALAH ISLAMIC EDUCATION POLICY
KEBIJAKAN-KEBIJAKAN TENTANG MAPK
A.  Latar Belakang MAPK
Madrasah di Indonesia awalnya berupa sarana penghubung antara sistem pendidikan tradisional pesantren dengan sistem pendidikan modern yang diprakarsai oleh kolonial.[1] Untuk menghindari kesenjangan antara dua lembaga pendidikan tersebut, madrasah hadir sebagai wajah baru dalam sejarah pendidikan di Indonesia. Dengan menawarkan pendidikan yang berbasis agama tanpa mengesampingkan pendidikan umum dan menjadikan pendidikan umum bagian dari kurikulumnya.
Masyarakat mengenal  madrasah  sebagai pendidikan keagamaan. Pemahaman  masyarakat  ini  tidak  sepenuhnya madrasah dibangun  untuk pendidikan yang  ingin  mendalami  agama Islam.  Dalam  perkembangan madrasah  mengalami  transformasi  sejalan dengan perkembangan  sosial,  politik,  dan  budaya  masyarakat  Indonesia.  perkembangan  ini,  madrasah telah berkontribusi layaknya sekolah. Inovasi pemerintah dalam rangka pengembangan madrasah terus bergulir. Dengan dikeluarkan surat kesepakatan bersama (SKB) oleh tiga menteri, yaitu Menteri pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama sendiri sendiri tentang”Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah” pada tahun 1975, madrasah mengalami perubahan yang signifikan terutama pada bagian kurikulumnya[2] latar belakang munculnya kebijakan tersebut adalah kesadaran pemerintah dan umat Islam akan ketertinggalan madrasah dibandingkan sekolah umum. Pada saat itu, pesantren, madrasah atau sekolah Islam identik dengan sekolah agama dan berjalan sendiri-sendiri, pemerintah memang sudah menggariskan muatan kurikulum akan tetapi masi umum dan penekananya pada pengajaran agama[3] Tapi di balik peningkatan mutu madrasah tersebut, muncul dilema baru sehubungan perombakan kurikulum madrasah, dari 60% agama dan 40% umum menjadi 30% agama dan 70% umum.[4]
Melihat fenomena tersebut, pemerintah memberi solusi melalui Keputusan Menteri Agama No. 73 tahun 1987 tentang Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK)[5] Pada era Menteri Agama dijabat oleh Munawir Syadzali, pernah dibuka Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) dengan keahlian di bidang agama yang ditunjang oleh kemampuan berbahasa Arab dan bahasa Inggris sangat baik. Walaupun jumlahnya sangat sedikit, alumni program ini diakui memiliki kompetensi yang sangat menonjol dibanding dengan  lulusan  madrasah  aliyah  pada  umumnya. Alumninya  yang  kini  berusia  30-40  an tahun banyak yang memiliki karir menonjol di berbagai bidang.Seiring  dengan  perkembangan  pendidikan,  MAPK  telah  berakhir karena MAPK hanya semacam ‘program sisipan’ dan ‘bayangan’ dan MAPK kurang diperhatikan oleh menteri-menteri agama yang menjabat selanjutnya      Program MAPK mengalami restrukturisasi. Puncaknya adalah dengan keluarnya Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 371 Tahun 1993, restrukturisasi madrasah dilakukan dengan perubahan MAPK menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Memang secara substansial, antara MAPK dengan MAK tidak ada perbedaan yang berarti, kecuali beban kurikuler MAPK agak lebih berat ketimbang MAK.
Sekarang  ini  yang tersedia  adalah  madrasah  aliyah  dengan  Peminatan  Keagamaan.  Sebagaimana  madrasah aliyah  program  IPA,  IPS,  atau  Bahasa,  madrasah  aliyah  Program  Keagamaan  pada hakikatnya adalah madrasah aliyah reguler dengan tambahan penguatan di bidang agama. Data  dewasa  ini  tercatat  bahwa  madrasah  aliyah  yang  memiliki  Program  Keagamaan  sebanyak 765 baik negeri maupun swasta.[6]
Madrasah merupakan bagian dari pembaharuan Islam di Indonesia, yang memiliki kontak cukup intensif dengan gerakan pembaharuan di Timur Tengah sejak masa klasik hingga masa modern dengan segala bentuk penyesuaian dan pembaharuan. Pertumbuhan dan perkembangan madrasah di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari perkembangan masyarakat.[7] Globalisasi dan derasnya arus informasi mambuat setiap orang menuntut untuk menyesuaikan perubahan zaman yang selalu berkembang dengan cepat dalam hubungan antar bangsa dan mobilitas lapangan kerja.[8] Ketika komersialisasi pendidikan sudah mulai mengenjala, berbagai sebutan diadakan untuk menjaring konsumen mulai dari sekolah model,[9] sekolah terpadu, sekolah unggulan, sekolah berstandar nasional, sekolah plus, dan sebagainya.
       Menurut Husni Rahim, upaya Dapertemen Agama untuk menigkatkan kualitas dan kesesuian madrasah dengan kebutuhan masyarakat dan dunia global yang telah dilakukan diantara denagn diadakan : 1). Madrasah Negeri sejak 2 Juli 1946[10]; 2) Madrasah dan sekolah pada pondok pesantren; 3) Madrasah wajib belajar sejak tahun ajaran 1958/1959 dan berhenti pada tahun 1970; 4) Madrasah/sekolah dengan sistem Boarding, semenjak 1980-an berupa madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK/MAK); 5) Madrasah Aliyah Program Keterampilan (MAPK), progaram ini dimulai tahun 1989 dengan bantuan UNPD/UNESCO, dan kemudian dilanjutkan oleh Islamic Development Bank; 6) Madrasah model adalah madrasah yang secara khusus diinterpensi untuk meningkatkan kualitas bidang sains dan matematika; 7) Madrasah Terpadu, meliputi MI, MTs, dan MA yang berada disatu lokasi sebagai satu kesatuan sekolah. Dengan begitu seluruh aspek baik kurikulumnya, proses belajar mengajar, guru, fasilitas dapat dipadukan sebagai satu kesatuan yang berkesinambungan satu sama lain.[11]
Sehingga keluarlah Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dimana telah menempatkan madrasah sama dengan pendidikan umum, dengan tujuan agar tidak ada lagi dualisme[12] sistem pendidikan di Indonesia. Dapartemen Agama yang mengatur/mengelola telah berbuat banyak dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan madrasah dengan berbagai kegiatan program berupa perbaikan kurikulum, pelatihan, pemenuhan sarana dan prasarana madrasah, dan lain-lain. Terdapat pula berbagai madrasah yang menjadi fovorit dikalangan masyarakat seperti madrasah model[13], madrasah terpadu[14] maupun madrasah unggulan insan cendekia[15].

B.   Tujuan MAPK
Adapun tujuan dari MA Program Khusus/Keagamaan adalah untuk Menghasilkan peserta didik yang kompeten dalam bidang keagamaan (Tafaqquh fiddin); Menghasilkan peserta didik yang kompeten dalam bidang kebahasaan asing (minimal Bahasa Arab dan Bahasa Inggris); dan Menghasilkan  peserta  didik  yang  kompeten  dalam  bidang  wawasan  dan  khazanah keislaman.[16]
Ada beberapa alasan penting, kenapa MA Program Keagamaan ini lahir dalam konteks pendidikan di tanah air. Pertama, Madrasah  Aliyah  Program Keagamaan  diharapkan  mampu  mempersiapkan  manusia  unggul  dalam  arti  menguasai keilmuan islam yang  mumpuni,  memiliki kecerdasan intelektual, emosional, spiritual (IESQ), dan sosial secara terpadu; Kedua, membuka akses yang lebih luas kepada masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam yang bermutu tinggi, yang  dapat menampung dan mengembangkan potensi  peserta  didik  secara  optimal  dan  terpadu,  sebagai  kader  ulama  di  masa  mendatang; Ketiga, mengembangkan lembaga pendidikan Islam yang  dapat dijadikan  model dan contoh (uswah hasanah)  bagi lembaga-lembaga pendidikan  Islam  lainnya yang ada di daerah; Keempat, merupakan  bentuk  komitmen  pemerintah  dalam  hal  ini  Kementerian  Agama  RI  selaku institusi pendiri,  sekaligus pembina dan penanggung jawab lembaga pendidikan Islam untuk melaksanakan  amanat  Undang  Undang  Nomor  20  tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan Nasional; Kelima, ekspektasi  masyarakat  yang  begitu  besar  akan  lahirnya  madrasah  tempat melakukan  kaderisasi  keulamaan  yang  berwawasan  keindonesiaan  dan  keislaman  rahmatan lilalamin atau   (tafaqquh fiddin).







































Madrasah Model
A.  Latar Belakang
            Program madrasah Aliyah model dimulai pada 1993 melalui proyek JSEP (Junior secondary education project) dan kemudian pada tahun 1998 diteruskan dengan program BEP (Basic Education Project) untuk MI dan Mts. Pada tahun 2000 dikembangkan proyek DMAP (Development of Madrasah Aliyah Project) untuk MA.[17]
            Program ini diadakan dengan dasar pemikiran bahwa pada saat itu citra madrasah sebagai lembaga pendidikan formal, madrasah masing dianggap sebagai lembaga pendidikan kelas dua setelah sekolah umum. Kerena dalam kenyataannya, memang banyak madrasah memiliki kelemahan dalam praktek penyelenggaraan pendidikan madrasah, yaitu dalam hal manajemennya, bidang profesionalitas gurunya, masalah kualitas lulusannya, dan dibidang sarana dan prasarana. Dengan keaadaan tersebut, Departemen Agama sebagai Pembina madrasah melakukan beberapa program yang diharapkan dapat mengangkat citra madrasah, agar sejajar dengan sekolah yang berada dibawah pembinaan Departemen Pendidikan Nasional.[18] Dari upaya ini, Departemen keagamaan pada saat itu sangat menginginkan adanya perubahan yang signifikan terhadap kualitas madrasah sebagai lembaga pendidikan yang nantinya bisa sejajar dan unggul dengan sekolah umum lainnya.
            Jadi, hal ini menjadi misi yang diemban oleh Madrasah Model yang telah ditunjuk oleh Depag di masing-masing daerah adalah tidak hanya unggul sendirian namun harus membantu madrasah lain sekitarnya dalam meningkatkan kualitas pendidikan mereka, berperan sebagai lokomotif yang menarik madrasah-madrasah swasta di sekitanya sehingga menjadi madrasah yang berkualitas.

B.   Pengertian Madrasah Model
Di dalam kamus besar bahasa Indonesia kata model diartikan pola, contoh, acuan atau macam dari sesuatu yang akan dibuat.[19] Kemudian istilah ini dilekatkan dengan madrasah/sekolah sebagai salah satu program lembaga pendidikan. Program madrasah model adalah sebuah program yang ditujukan untuk menjadikan satu madrasah sebagai madrasah yang baik dalam semua unsurnya, agar dapat digunakan sebagai percontohan bagi madrasah-madrasah disekitarnya.[20]Dapertemen Agama merintis beberapa kebijakan dan program yang dimana untuk pengembangan madrasah melalui 3 skenario yaitu Madrasah Model, Unggulan, dan Terpadu. Program ini telah mulai sejak tahun 1999, perintisan madrasah unggulan pada dasarnya bartujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan madrasah dengan upaya untuk menjadikan madrasah sebagai “magnet school” yang akan mentransfer keberhasilannya kepada madrasah yang lain, dan untuk itu sebagai transmisi nilai-nilai agama sekaligus sentral pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.[21]
Madrasah Model adalah madrasah yang dimana secara khusus diinterverensi untuk meningkatkan kualitas dibidang sains dan matematika atau yang kemudian lebih dikenal dengan Mafikibb (Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, dan Bahasa Inggris). Program ini pertama kali dipendanai oleh Asian Development Bank (ABD) dalam bentuk loan( pinjaman luar negeri), embrio program ini dimulai sejak tahun 1993 melalui proyek Junior Secondary Education Project dan kemudian dikembangkan pada proyek Basic Education Project pada tahun 1996, dan Development of Madrasah Aliyah Projek tahun 1997. Sehingga pada tahap awal proyek-proyek ini mulai terbentuk 22 MI Model dan 15 MTs Model serta 35 MA Model yang tersebar di 26 provensi.[22]
Madrasah Model, secara umum persyaratan yang dikriteriakan sebagai berikut: 1) Memiliki manajemen madrasah yang baik. 2) SDM yang berkualitas. 3) Kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan. 4) Bantuan pendidikan yang memadai. 5) Keunggulan kualitas lulusan.[23]

C.  Perkembangan Madrasah Model
Secara umum dapat dikatakan bahwa, performance madrasah model di tiap provensi dan kabupaten menepati peringkat diatas rata-rata. Untuk mengetahui performa madrasah sebagai sebuah expose facto, salah satu metode yang dikembangkan dalam metode deskriptif untuk menemukan dilapangan seluas-luasnya tentang obyek reseach pada satu masa atau saat tertentu.[24]
Prestasi dan perkembangan madrasah model, masih menujukkan bahwa dinamika madrasah model semakin menguatkan keunikan madrasah sebagai institusi pendidikan berbasis masyarakat. Menurut Husni Rahim, keunikan madrasah terutama adalah statusnya yang nayoritas milik swasta, berbeda halnya dengan sekolah dilingkungan Diknas. Pada tingkat sekolah dasar jumlah madrasah ibtidaiyah negeri hanya 4,8% dibanding dengan madrasah ibtidaiyah swasta yang jumlah 95,2%. Keadaan ini terbalik dengan sekolah dasar negeri berjumlah 93,11% dan sekolah dasar swasta 6,89%. Pada tingkat SMP, keadaanya tidak jauh berbeda. Jumlah madrasah Tsanawiyah negeri 24,3% dan madrasah Tsanawiyah swasta 75,7% sedangkan diDiknas SMP Negeri 44,9% berbanding 55,9% sekolah swasta. Hal yang sama pada tingkat SMU dimana jumlah Madrasah Aliyah Negeri sebanyak 30% dan madrasah swasta 70%. Di Diknas keadaannya serupa, SMU Negeri 30,5% dan SMU Swasta berjumlah 69,5%.[25]
Dari pembahasan diatas dapat dikemukan kesimpulan bahwa konsep pengembangan madrasah model awalnya dimunculkan untuk memacu perkembangan sains dan teknologi dimadrasah, dalam implementasinya didukung dengan program peningkatan kualitas kepala madrasah. Konsep pengembangan madrasah model merupakan model peningkatan kualitas madrasah dengan didesainnya penguatan mafikib, keunggulan kualifikasi guru dan kepala madrasah, kualitas manajemen serta fasilitas memadai dan administrasi yang baik.

D.  Desain Pengembangan Madrasah Model
Dalam rangka antisipasi kecenderungan masa depan madrasah yang akan berkompetisi dengan lembaga lain, maka manajemen madrasah harus ditata ulang. Manajamen yang selama ini lebih mengandalkan faktor intuisi dan pengalaman, harus diganti dengan manajemen modern, sebagaimana yang dirokemendasikan oleh Balitbang Depag RI (2001), yaitu Manajemen Berbasis Madrasah (MBM) atau sering disebut School Based Management (SBM). MBM merupakan institusi sosial yang mengandung makna kewenangan pengambilan keputusan dilihat dari perspektif peran madrasah yang sesungguhnya. Oleh karena itu, MBM sering dikatakan suatu upaya memposisikan kembali peran madrasah yang sesungguhnya. MBM memberikan peluang mengakomodasikan pihak-pihak berkepentingan untuk berkontribusi secara positif terhadap peningkatan kinerja madrasah, yang terefleksikan dalam perumusan visi, misi, tujuan serta program-program prioritas madrasah yang disusun secara kolaboratif.[26]

Berikut ini beberapa poin penting yang harus dimiliki oleh para pengelola madrasah menuju terwujdnya madrasah unggul.[27]
1.    Kepala Madrasah
 Kepala madrasah dituntut dapat menerjemahkan perananya sebagai professional leader dalam tindakan dan perilaku yang mendorong dirinya, guru dan staf yang ada menuju visi keunggulan.
2.    Guru
Guru juga harus siap untuk mengembangkan bahan-bahan pembelajaran, pendekatan, alat-alat yang diperlukan untuk mendukung potensi siswa untuk berkembang.
3.    Kurikulum
 Kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam menyelenggarakan pembelajaran. Kurikulum memberikan konsep-konsep standar dari mata pelajaran yang perlu diajarkan kepada siswa berdasarkan pertimbangan akademik dan perkembangan psikologi siswa. Apa yang akan diajarkan kepada siswa adalah apa yang sebenarnya diperlukan oleh siswa dan menstimulasi siswa untuk mempelajari sendiri (rasa keingintahuan).
4.    Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran lebih mendorong siswa dalam merasa tertantang untuk belajar untuk mengembangkan keingintahuan individu siswa untuk mendalami sesuatu. Siswa membangun pengetahuan dan kegunaan apa yang dipelajari dalam satu kesatuan. Oleh karena itu, interaksi siswa dengan pihak lain termasuk sumber belajar yang ada di lingkungan madrasah merupakan bagian dari peran guru dalam membantu terciptanya kondisi yang mendukung minat dan keasyikan siswa untuk mempelajari sesuatu.
5.    Penilaian
Penilaian pembelajaran bukan hanya untuk melihat daya serap yang dipelajari. Tetapi juga untuk mengetahui faktor yang menjadikan siswa mengalami kesulitan dalam belajar, mengembangkan kemampuan siswa mengenai apa yang ingin dicapai sejalan dengan potensi dan kebutuhan masing-masing. Siswa memahami apa yang dinilai, untuk apa dan bagaimana penilaian dilaksanakan.[28]
6.    Layanan kepada Peserta didik
Dalam setiap kelas, prestasi belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu kelompok peserta didik berkemampuan cepat, kelompok anak didik berkemampuan normal dan kelompok peserta didik berkemampuan lambat (di bawah rata-rata). Kecenderungan pembelajaran selama ini adalah guru lebih banyak berkonsentrasi pada kelompok cepat saja, sehingga peserta didik dari kelompok lambat agak terabaikan, atau apabila guru memperhatikan peserta didik dari kelompok lambat, maka peserta didik kelompok cepat akan terhambat kecepatan belajarnya. Berdasarkan kenyataan ini, maka sekolah diupayakan memberi pelayanan pendidikan yang berorientasi pada kemampuan peserta didik secara individu.
7.    Pengembangan Bakat dan Minat
Pengembangan bakat dan minat diarahkan untuk merancang masa depan bagi peserta didik sepenuhnya. Peserta didik dipandang sebagai pribadi yang memiliki potensi yang berbeda-beda yang perlu diaktualisasikan secara optimal. Untuk itu, membutuhkan kondisi yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat tersebut.[29]
8.    Pengembangan Lingkungan Belajar
Salah satu unsur penting dalam menumbuhkembangkan potensi peserta didik adalah bagaimana menata lingkungan agar belajar benar-benar merupakan aktivitas yang menggairahkan. Lingkungan belajar bagaimanapun caranya dimaksudkan agar peserta didik senang belajar. Salah satu karakteristik dari penataan lingkungan seperti ini adalah keterlibatan peserta didik sebagai subyek yang belajar. Pemikiran ini dijadikan titik tolak untuk mencari jawaban atas pertanyaan apa yang harus disediakan dalam lingkungan agar anak terdorong untuk terlibat dalam peristiwa belajar. Jawaban atas pertanyaan ini akan membawa implikasi yang luas, karena terkandung suatu pemikiran pembaharuan tentang bagaimana memperlakukan peserta didik sebagai subyek belajar, bukan sekadar obyek belajar, dan apa yang harus disediakan untuk peserta didik agar terjadi peristiwa belajar dalam dirinya.
9.    Pengembangan Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana maksudnya adalah semua perangkat, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) yang digunakan dan dapat mendukung proses pendidikan dan pembelajaran. Sarana misalnya: media pendidikan (buku, kamus, alat-alat praktik, media audio, media visual, dan media audio visual). Sedang prasarana meliputi: bangunan Sekolah yang berupa gedung, perpustakaan, laboratorium, bengkel dan perabot Sekolah serta berbagai hal yang erat hubungannya dengan mutu Sekolah.[30]
Peningkatan kualitas sebuah lembaga pendidikan tidak bisa lepas dari peningkatan fasilitas belajar untuk menunjang prestasi siswa. Sarana dan prasarana pendidikan merupakan bagian dari segala fasilitas yang dianggap bisa meningkatkan kualitas mutu pembelajaran dan pendidikan siswa serana atau media pembelajaran merupakan suatu bentuk yang dimanfaatkan orang untuk proses informasi dalam pembelajaran guna untuk membantuk memberikan motivasi dan inovasi pada pembelajaran agar dapat terjadi proses belajar pada siswa secara efektif dan efisien.[31]

E.   Dasar Kebijakan Madrasah Model
Madarsah model mulai dirintis Dapertemen Agama sejak tahun 1993, dimaa Dapertemen Agama memperoleh pinjaman lunak dari Asian Development Bank untuk membangun sebuah proyek pemberdayaan Madrasah Tsanawiyah yang disebut dengan proyek Junior Secondary Education Project dengan membangun target 54 MTsN Model yang tersebar di 26 provensi dengan penetapannya melalui SK Menteri Agma No. E/54/1998.[32] Kebijakan ini ditempuh setelah dikeluarkannya Undang-undang no.2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional yang mendapat memposisikan madrasah sebagai sekolah umum berciri khas agama Islam. Sebagai sekolah umum, tentu ada tugas berat yang diemban oleh madrasah, yaitu sebagai penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun sebagaimana sekolah umum yang lain, dan sebagai lembaga pendidikan umum harus memenuhi standar sekolah umum terutama dalam bidang pelajaran umum.[33]
Kalau kita merujuk kepada SK Dirjen  Binbaga Islam No. E.IV/PP.66/KEP/17-A/98 menjelaskan bahwa visi dari madrasah model adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan pendidikan nasional yang bermuara kepada tujuan pembangunan nasional yang sistematis, terarah dan intensional dalam menggali dan mengembangkan potensi manusia di Indonesia yang secara maksimal, sehingga dapat menjadi bangsa yang maju, damai dan sejahtrera, serta dihormati oleh bangsa-bangsa lain dalam persaingan global.” Berdasarkan visi tersebut, madrasah model mempunyai misi dalam meningkatkan dan mengembangkan potensi sumberdaya manusia sebagai subjek dan sebagai sarana dalam mencapai tujuan pembangunan nasional.[34]

F.   Tujuan Madrasah/Sekolah Model
 Secara garis besar tujuan sekolah model dapat dirumuskan sebagai berikut:[35]
1.         Menjadi acuan dalam penyelenggaraan sekolah lainnya baik negeri maupun swasta.
2.          Sebagai sekolah pembina terhadap sekolah setingkat di sekitar wilayahnya dalam bidang kurikulum, pengajaran, administrasi dan sebagainya.
3.         Sebagai tempat penyelenggaraan pelatihan tenaga guru dan tenaga kependidikan lainnya melalui fasilitas Pusat Sumber Belajar (PSB) yang disediakan. Ini hanya berlaku bagi sekolah model yang diperlengkapi dengan fasilitas pelatihan atau fasilitas PSB.
4.         Sebagai fasilitator (pelayan fasilitas belajar) bagi sekolah sekitarnya yang ingin memanfaatkan fasilitas belajar yang ada, seperti perpustakaan, laboratorium, work shop keterampilan dan lain sebagainya secara bergilir (time sharing).



Penutup
G.  Kesimpulan
Kehadiran madrasah model di Indonesia merupakan harapan yang sejak lama diimpikan oleh banyak kalangan, sebab madrasah model sudah menjadi sebuah kebutuhan yang mendasari kehidupan guna mendapatkan kehidupan yang layak di masa yang akan datang.
Lembaga pendidikan madrasah model harus diakui oleh pemerintah dan masyarakat, bukan oleh lembaga atau sekolah itu sendiri. Dinamakan madrasah Model berarti memiliki nilai yang lebih dibanding dengan sekolah biasa yang dapat dilihat dari aspek fisik dan aspek lain yang sangat menentukan, misalnya proses pembelajarannya atau output yang dihasilkan. Madrasah model juga harus mampu menunjukkan dirinya sebagai sekolah yang pantas untuk dijadikan contoh oleh sekolah lainnya.
Kategori madrasah model menjadi sebuah pilihan bagi orang tua untuk menyekolahkan anaknya, karena sekolah dengan label model sudah dianggap mampu mencetak anak didik yang berkualitas. Selain itu, madrasah model juga sebagai pusat pengembangan pendidikan Islam dalam rangka melakukan  perbaikan mutu pendidikan Islam di sekolah. Maka dari  itu semoga bermanfaat. Amin.














Daftar Pustaka
ABD, Report and Recommendation of President to the Board of Director on Proposed Loan of Republic of Indonesia for Private Junior Secondary Education Project ,(Manila ABD,1995)
Abdul Mukti Bisri, Kebijakan Pengembangan Madrasah Unggulan, Model dan Terpadu (Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008)
Agus Maimun, Agus Zainul Fitri, Madrasah Unggulan, (Malang, UIN, Maliki Press, 2010)
Agus Maimun dan Agus Zainul Fitri, Sekolah Unggulan, (Malang, UIN Maliki Press, 2010)
Canter V. Good (ed), Dictionary of Education, (New York: MoGraw-Hill Book Company, 159)
Depag RI, Pedoman Penegerian Madrasah (Jakarta: Depag RI,2000)
Depag RI, Sistem Penyelenggaraan Sekolah Aliyah Model, (Jakarta: 1996)
Depag RI, Surat Keputusan Dirjen. Binbaga Islam No. E.IV/PP.66/KEP/17-A/98
Dapertemen Agama RI, Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan tahun Pelajaran 2004-2005 (Jakarta: Depag RI,2005)
Diktorat Pendidikan Madrasah Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian agama Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Madrasah Aliyah Program Keagamaan, 2016
Fatah Syukur NC, Dinamika Madrasah dalam Masyarakat Industri, (Semarang: al Qalam Press, 2004), cet. I
Fuad Fachruddin, “Madrasah Model: Indikator Obyektif dan Operasionalnya”, Madrasah, Vol. 3, No. 3 (Jakarta: PPIM IAIN, 1998), 
Fuad Fachruddin dari Headlye Beare, dkk., Creating An Exellence School. (London: Routtledge, 1991)
HAR. Tilar, Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi (Jakarta: Grasindo, 1997)
Imam Tolchah dan A.Barizi, Membuka Jendela Pendidikan: Mengurai Akar Tradisi  dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Pers,2004)
Kafrawi, Pembaharuan Sistem Pendidikin Pondok Pesantren,(Jakarta:Cemara Indah, 1978)
Mukti Ali, Menuntaskan Integrasi Sistem Pendidikan, hasil wawancara yang dimuat dalam Jurnal Madrasah, Vo.1. No.3 tahun 1997
Mengadopsi definisi manajemen SDM Soekidjo Notoatmodjo, Manajemen Sumberdaya Manusia:Pendidikan dan Pelatihan, (Jakarta: FKM-UI, 1992)
MTs Model: Lokomotif Penigkatan Kualitas Madrasah dalam Jurnal Madrasah Vol.2.No.3 tahun 198
Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999)
Masykuri Abdillah, The Status of Madrasah, Diniyah and Pesantren Education in The National Education System, (Jakarta: The Research and Development Agency-MoNE,2001) 
Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah di Indonesia (Kediri: STAIN Kediri Press, 2009)
Puslitbang, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (Jakarta, Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan RI, 2001)
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2004)
Raharjo, “Madrasah sebagai Centre of Exellence”, dalam Ismail SM (eds.), Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), cet. I
Winarno Surachmat, Metode Reseach: Dasar dan Teknik (Bandung: Tarsito, 1980)
Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993)

                                                                                       



[1] Fatah Syukur NC, Dinamika Madrasah dalam Masyarakat Industri, (Semarang: al Qalam Press, 2004), cet. I, hlm. 34
[2] Keputusan tersebut memuat beberapa keputusa yang terdiri dari atas 7 bab. Diantaranya adalah Bab 1 yang memuat tentang ketentuan umum, yang menyebutkan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar dengan diberikan bobot alokasi waktu 30% di samping pelajaran umum dengan bobot waktu 70%, madrasah juga meliputi tiga tingkatan sesuai dengan sekolah : MI setara SD, MTs setara SMP, dan MA setara SMA.  Sedangkan dalam Bab 3 dijelaskan tentang bidang-bidang peningkatan pendidikan, disebutkan peningkatan mutu pendidikan pada madrasah meliputi bidang kurikulum, alat-alat pendidikian, buku-buku pelajaran, dan sarana pendidikan pada umunya serta dalam bidang pendidik(guru). Lihat kafrawi, Pembaharuan Sistem Pendidikin Pondok Pesantren,(Jakarta:Cemara Indah, 1978) hlm.198-203.
[3] Mukti Ali, Menuntaskan Integrasi Sistem Pendidikan, hasil wawancara yang dimuat dalam Jurnal Madrasah, Vo.1. No.3 tahun 1997, hlm.36
[4] Beberapa permasalahan yang muncul : 1.Berkurangnya materi pendidikan agama. Hal ini dilihat sebagai upaya pendangkalan pemahaman agama, karena muatan kurikulum agama sebelum SKB dirasa belum mampu mencetak muslim sejati, apalagi kemudian dikurangi. Tamatan madrasah serba tanggung. 2.Pengetahuan agamanya tidak mendalam sedangkan pengetahuan umumnya juga rendah. Lihat Raharjo, “Madrasah sebagai Centre of Exellence”, dalam Ismail SM (eds.), Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), cet. I, hlm.228.
[5] Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 59
[6] Diktorat Pendidikan Madrasah Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian agama Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Madrasah Aliyah Program Keagamaan, 2016 hlm.1
[7] Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999) hlm.82
[8] HAR. Tilar, Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi (Jakarta: Grasindo, 1997) hlm.155
[9] Pengertian Model School :”a school maintained by a teacher, enducation institution or public school system, in which approved methods of instruction or management may be observed by students and visiting educators but in  which there is no provision for practice teaching.” Lihat Canter V. Good (ed), Dictionary of Education, (New York: MoGraw-Hill Book Company, 159) hlm.350
[10] Yang dimaksud Husni Rahim adalah program pemerintah dalam pengertian madrasah, yaitu menjadikan madrasah swasta berstatus madrasah negeri dengan prosedur penyerahan aset madrasah kepada pemerintah. Lihat Depag RI, Pedoman Penegerian Madrasah (Jakarta: Depag RI,2000) hlm.2
[11] Makalah disampaikan pada seminar: “Roundtable discussion tentang madrasah” yang diselenggarakan oleh INCIS, pada tanggal 22 juni 2004 dihotel Atlet Senayan Jakarta. Madrasah selama ini dianggap memiliki titik lemah pada bidang sains dan matematika, inilah pula yang menjadikan alasan sehingga program ini untuk pertama kali dibiayai oleh pinjaman luar negeri (Asian Development Bank). Sehingga pada tahun 1993 disetujui adanya proyek luar negeri Junior Secondary Education Project sebagai salah satu dari projek di Depdiknas. Ketika itu perkembangan madrasah model terbatas sampai MI dan MTs, sehungga dalam perjalannya dilanjutkan ke tingkat MA melalui proyek yang berdiri sendiri yaitu Basic Enducation Project dan Development Madrasah Aliyah Project. Husni Rahim, Anatomi Madrasah di Indonesia.
[12] Dualisme yang dimaksud adalah dikhotomi pendidikan jalur agama dan pendidikan jalur formal sehingga digeser peran agama menjadi persoalan akhirat yang tidak memiliki keterpautan dengan perkembangan global dan orientasi perkembangan/pembangunan sumber daya manusia masa depan. Lihat Imam Tolchah dan A.Barizi, Membuka Jendela Pendidikan: Mengurai Akar Tradisi  dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Pers,2004) hlm.3
[13] Madrasah model awalnya dimunculkan dilingkungan Dapertemen Agama, khususnya dalam pengelolaan proyek dengan sumberdana dari luar negeri untuk membedakan antara madrasah yang diberikan bantuan dari proyek sebagai pilot project dan madrasah reguler lainnya. Proyek tersebut adalah JSEP(Junior Secondary Education Project) dan BEP( Basic Education Project) ditahun 1992. Madrasah ini mulai diselenggarakan di 15 kabupaten di lima provinsi , Funding untuk kedua proyek ini adalah Asian Bevelopment Bank  selanjutnya berkembang keseluruh kabupaten agar dirintis masing-masing kabupaten satu madrasah.
[14] Bentuk madrasah yang menyelenggarakan jenjang pendidikan dasar dan menengah secara terpadu dengan disediakan sumber belajar bersama dan fasilitas.
[15] Bentuk madrasah yang lebih spesifik dari madrasah model yang dimana dengan sumber pendanaan lebih banyak dari Funding negara-negara Islam melalui Islamic Developmen Bank.
[16] Diktorat Pendidikan Madrasah Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian agama Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Madrasah Aliyah Program Keagamaan, 2016 hlm.1

[17] Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah di Indonesia (Kediri: STAIN Kediri Press, 2009) hlm.80
[18] Imran Siregar, Efektifitas Penyelanggaraan Madrasah Model: Studi tentang MAN 2 Model Padangsidempuan  (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, tth.) hlm.12
[19] Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2004), 989
[20] Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah di Indonesia (Kediri: STAIN Kediri Press, 2009), 80.
[21] Masykuri Abdillah, The Status of Madrasah, Diniyah and Pesantren Education in The National Education System, (Jakarta: The Research and Development Agency-MoNE,2001)  t.d, hlm. 7
[22] Dapertemen Agama RI, Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan tahun Pelajaran 2004-2005 (Jakarta: Depag RI,2005) hlm.95-100
[23] Fuad Fachruddin, “Madrasah Model: Indikator Obyektif dan Operasionalnya”, Jurnal Madrasah, Vol. 3, No. 3 (Jakarta: PPIM IAIN, 1998),hlm 80

[24] Winarno Surachmat, Metode Reseach: Dasar dan Teknik (Bandung: Tarsito, 1980), hlm.131
[26] Agus Maimun, Agus Zainul Fitri, Madrasah Unggulan, (Malang, UIN, Maliki Press, 2010) hal 51
[27] Fuad Fachruddin dari Headlye Beare, dkk., Creating An Exellence School. (London: Routtledge, 1991), 154-157.
[28] Fuad Fachruddin, “Madrasah Model: Indikator Obyektif dan Operasionalnya”, Madrasah, Vol. 3, No. 3 (Jakarta: PPIM IAIN, 1998), 20.
[29] Agus Maimun dan Agus Zainul Fitri, Sekolah Unggulan, (Malang, UIN Maliki Press, 2010) , 64.
[30] Puslitbang, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (Jakarta, Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan RI, 2001),  23.
[31] Abdul Mukti Bisri, Kebijakan Pengembangan Madrasah Unggulan, Model dan Terpadu (Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008) hlm.29
[32] Lihat MTs Model: Lokomotif Penigkatan Kualitas Madrasah dalam Jurnal Madrasah Vol.2.No.3 tahun 198
[33] Implikasi dari undang-undang ini merupakan dimulainya berlaku kurikulum 1994 untuk semua sekolah dan madrasah. Kekurangan madrasah terlihat terutama dalam mata pelajaran umum, akan tetapi pemerintah merasa perlu melakukan percepatan program peningkatan kualitas mutu madrasah melalui proyek ABD. Lihat ABD, Report and Recommendation of President to the Board of Director on Proposed Loan of Republic of Indonesia for Private Junior Secondary Education Project ,(Manila ABD,1995), hlm. 11
[34] Depag RI, Surat Keputusan Dirjen. Binbaga Islam No. E.IV/PP.66/KEP/17-A/98
[35] Depag RI, Sistem Penyelenggaraan Sekolah Aliyah Model, (Jakarta: 1996), 10.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar