Senin, 22 Mei 2017

Makalah Ibn Rusyd

Ibn Rusyd
A.  Riwayat Hidup Ibn Rusyd dan Karyanya

1.    Riwayat hidup Ibn Rusyd
Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd. Ia lahir di Cordova, Andalus pada tahun 510H/1126 M dari kalangan keluarga ahli hukum. Nenek dan orangtuanya mempunyai kedudukan sebagai hakim agung. Pada masa mudanya, Ibn Rusyd belajar teologi islam, hukum islam, ilmu kedokteran, matematika, astronomi, sastra dan filsafat. [1]
Ibn Rusyd pada mulanya, ia belajar dirumah sendiri. Ayahnya merupakan guru pertama baginya dalam ilmu-ilmu agama. Dia mempelajari ilmu-ilmu fiqih, ushul, bahasa (arab), kalam dan adab (sastra). Kitab Al-Muwathha’ karangan Imam Malik yang menjadi pegangan mazhab Maliki di Andalusia dapat dihafalnya diluar kepala. Dia juga mempelajari ilmu-ilmu itu dengan para ulama lainya, seperti Ibn Basykual, Abu Marwan ibn Masarrah dan Abu Bakr Samhun[2]
Ibn Rusyd menaruh perhatian yang sangat besar untuk menuntut ilmu pengetahuan. Dia belum merasa puas dengan ilmu-ilmu agama saja. Oleh sebab itu, dia mempelajari pula ilmu-ilmu yang lain, seperti matematika, kedokteran dan berbagai ilmu filsafat diperolehnya dari Abu ja’far Ha>ru>n al-Tirja>ni> adalah seseorang yang paling luas ilmunya tentang filasafat dan memahami dengan baik buku-buku filasafat karangan Aristoteles serta filosof lainya.[3]
Keluarga Ibn Rusyd, lebih mengutamakan ilmu pengetahuan yang meruapakan salah satu penyebab yang ikut melapangkan jalan baginya menjadi ilmuan. Faktor lain  bagi keberhasilannya adalah ketajaman berpikir dan kejeniusan otaknya, oleh karena itu tidaklah heran jika Ibn Rusyd dapat mewarisi intelektualitas keluarganya dan berhasil menjadi seorang  yang menguasai berbagai disiplin ilmu, seperti hukum, filsafat, kedokteran, astronomi, sastra arab dan lainnya.

 Keunggulannya terletak pada kekuatan dan ketajaman filsafatnya yang luas serta pengaruhnya yang besar terhadap perkembangan pemikiran di Barat. Filsafatnya merembes dari Andalusia (Spanyol) ke seluruh negeri-negeri Eropa, dan itulah yang menjadi pokok pangkal kebangkitan bangsa-bangsa Barat.
Pada tahun 1169  M. Karena ada undangan dari istana, Ibn Tufail membawa Ibn Rusyd (ketika itu umurnya 43 tahun) kehadapan khalifah Abu Ya’qub Abu Muhammad Abd Al-Mu’min yang berpikiran maju dan memberi perhatian kepada bidang ilmu, dia memberinya tugas untuk menyeleksi dan megoreksi berbagai syarah (komentar) dan tafsir karya-karya Aristoteles:pendek,sedang, dan panjang.[4] Demikian bagus dan mengesankan pemahamanya tentang filsafat Aristoteles sehingga orang tidak perlu membaca naskah aslinya, cukup membaca komentar Ibn Rusyd, orang akan memahaminya bagaikan membaca aslinya.[5] Berkat keahlian nya itu, Ibn Rusyd memperoleh kedudukan dan penghargaan tinggi dari khalifah sebagai pejabat negara, ketua Mahkamah Agung, guru Besar, dan dokter istana menggantikan Ibn Thufail yang sudah tua. Akan tetapi, pada tahun 1195 M ia dituduh bahwa ia menganut paham filsafat yang bertentangan dengan ajaran islam,diadili, maka ia akhirnya ditangkap dan diberi hukuman tahanan kota di lucena yang terletak dekat dengan Cordova dan dicopot dalam segala jabatannya. Lebih dari itu, semua buku-buku karangannya dibakar kecuali ilmu-ilmu kedokteran, matematika dan astronomi.
Untunglah masa getir yang dialami Ibn Rusyd ini tidak berlansung lama( satu tahun). Pada tahun 1197M, khalifah mencabut hukumannya dan posisinya direhabilitasi kembali. Namun, Ibn Rusyd tidak lama menikmati keadaan tersebut dan ia meninggal pada 10 Desember 1198M/ 9 Shafar 595 H di Marakesh dalam usia 72 tahun menurut perhitungan Masehi dan 75 tahun menurut perhitungan tahun Hijrah. [6]
2.    Karya Ibn Rusyd
Sejarah mencatat, bahwa Ibn Rusyd banyak memusatkan perhatianya pada filsafat Aristoteles, menulis ringkasan dan tafsiran-tafsiran yang mencakup sebagian besar dari karangan yunani itu. Selain itu juga, ia menulis buku karangannya sendiri. Karya-karya aslinya yang terpenting, yaitu:
1.    Tahafut al-Tahafut  
Sebuah buku yang sampai ke Eropa, dengan rupa yang lebih terang, dari pada buku-bukunya yang pernah dibaca oleh orang Eropa sebelumnya. Dalam buku ini kelihatan jelas pribadinya, sebagai seorang muslim yang saleh dan taat pada agamanya. Buku ini lebih terkenal dalam kalangan filsafat dan ilmu kalam untuk membela filsafat dari serangan al-ghazali dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah.
                                                                                
2. Kulliyat fit Thib (aturan Umum Kedokteran), terdiri atas 16 jilid.
3. Mabadiul Falasifah, Pengantar Ilmu Filsafat. Buku ini terdiri
dari 12 bab.
4. Tafsir Urjuza, Kitab Ilmu Pengobatan.
5. Taslul, Tentang Ilmu kalam.
6. Kasful Adillah, Sebuah buku Scholastik, buku filsafat dan agama.
7. Muwafaqatil hikmatiwal Syari’ah, persamaan filafat degan agama.
8. Bidayatul Mujtahid, perbandingan mazhab dalam fiqh dengan menyebutkan alasan-alasannya masing-masing.
9. Risalah al-kharaj (tentang perpajakan)
10. Al-da’awi, dan lain-lain.
Namun karya-karyanya yang masih kita temukan adalah sebagai berikut[7] :
1.      Fasl al-Maqal fi man bain al-Hikmat wa al-syari’ah min al-Ittishal, yang berisi tentang korelasi antara agama dan filsafat.
2.      Al-Kasyf ‘an Manahij al-Adillat fi ‘Aqa’id al-Millat, yang berisi tentang kritik terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi.
3.      Tahafut al-Tahafut, yang berisi tentang kritikan terhadap karya Al-Ghazali yang berjudul Tahafut al-Falasifat.
4.      Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, yang berisi tentang uraian-uraian dalam bidang fiqih
Buku-buku Ibn Rusyd tersebut, banyak diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan barpengaruh kepada ahli-ahli pikir yang berada di Eropa sehingga ia diberi gelar penafsir (comentator) atas Aristoteles. Dengan usaha tersebut, maka di Eropa timbul suatu aliran yang disebut averoisme. Menurut aliran ini, bahwa filsafat mengandung kebenaran


B.     Pemikiran Ibn Rusyd

1.      Faktor logika
Ibn rusyd salah satu seorang filusuf yang lebih mementingkan akal dari pada perasaan (sentimen dan emosi). Segala masalah yang berkaitan dengan agama islam, menurutnya harus dipecahkan dengan kekuatan akal pikiran. Didalam Fashul Maqal...., salah satu kitabnya, Ibn Rusyd menandaskan bahwa logika harus dipakai sebagai dasar segala penilaian tentang kebenaran. Dalam memahami agama, seseorang harus belajar memikirkannya secara logika. Akan tetapi, disamping mementingkan logika, Ibn Rusyd mengkritik pada kelemahan akal manusia sendiri dalam memahami masalah tentang yang ghoib dan aneh yang berhubungan dengan agama.[8]
Mengenai tujuan agama sendiri adalah Ibn Rusyd mengatakan tujuan pokok syari’at islam yang sebenarnya ialah pengetahuan yang benar dan perbuatan yang benar (al-Ilmulhaq wa amalul haq).
Mengenai pengetahuan bahwa, menurut Ibn Rusyd ialah untuk mengetahui dan mengerti tentang adanya Allah SWT serta mengetahui segala yang ada dialam maujudat ini. Adapun maksud mengenai amal yang benar ialah mengerjakan amal perbuatan yang dapat memberi faedah kebahagian dan menjauhkan perbuatan yang akan mengakibatkan penderitaan.[9]

2.      Filsafat Ibn Rusyd
Menganai filsafat Ibn Rusyd ada beberapa problem-problem yang sanagat menarik perhatian umum :

a. Pengetahuaan Tuhan terhadap hal-hal Juziyat
Masalah Juziyat, Ibn Rusyd mengemukan pendapatnya sama dengan pendapat Aristoteles. Diamana Aristoteles berpendapat bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal juziyat, sama halnya seperti seseorang kepala negara yang tidak mengetahui hal-hal kecil didaerahnya. Pendapat Aristoteles itu didasarkan atas suatu argumen yang mengatakan : Yang menggerakkan kita itu Tuhan Yang Maha Penggerak, merupakan akal yang murni, bahkan merupakan akal setinggi-tingginya. Oleh sebab itu, pengetahuan dari akal yang tinggi haruslah merupakan pengetahuan yang tertinggi pula supaya ada persesuain antara yang mengetahui dan yang diketahui. Dan dari itu pula tidak mungkin Tuhan mengetahui selain Zat-Nya sendiri. Sebab tidak ada sesuatu zat lain yang sama luhurnya dengan zat Tuhan. Sesuatu yang diketahui Tuhan menjadi sebab untuk adanya pengetahuan Tuhan. Jadi, jika Tuhan mengetahui hal-hal yang kecil( juziyat), maka berarti pengetahuan Tuhan itu disebabkan oleh hal-hal yang kurang sempurna.[10]
b.      Terjadinya alam maujudat

Bagi golongan agama menjawab sudah jelas, bahwa mereka mengatakan semua itu diciptakan oleh Tuhan. Semua peristiwa atau benda kecil maupun besar, Tuhanlah yang menciptakan,  memelihara dan setiap saat tidak pernah lalai dan lupa.

Namun sebaliknya, menurut golongan Filsafat menjawab bahwa persoalan terjadinya alam maujudat itu harus ditinjau dengan akal pikiran. Di antara mereka ada yang menyimpulkan bahwa materi itu azali, tanpa ada permulaan terjadinya dan perubahan nya menjadi benda-benda lain yang beraneka macam yang terdapat didalamnya ada kekuatan, maksud tidak lansung dari Tuhan.[11]
c. Keazalian dan keabadian alam
Mengenai masalah keabadian alam,  di antara kaum teologi dan kaum filosof, memang ada perbedaan pendapat tentang arti الأحداث dan قديم . Bagi kaum teologi  kata “al-ahdas” mengandung arti menciptakan dari tiada, sedang kaum filosof kata itu berarti menciptakan dari “ada”. Adam (tiada), kata Ibn Rusyd tidak bisa dirubah menjadi wujud (ada).Yang terjadi adalah wujud berubah menjadi wujud dalam bentuk lain.[12]
Demikian juga kaum teolog, qadim mengandung arti sesuatu yang berwujud tanpa sebab. Bagi kaum filosof qadim tidak mesti mengandung arti hanya sesuatu yang berwujud tanpa sebab tetapi boleh juga berarti “sesuatu yang berwujud dengan sebab” dengan kata lain sungguhpun ia disebabkan ia boleh bersifat qadim, yaitu tidak mempunyai permulaan dalam wujud Qadim, dengan demikian, adalah sifat bagi sesuatu yang dalam kejadian kekal, kejadian terus menerus yaitu kejadian yang tidak bermula dan tak berakhir.[13]
     Jadi menurut Ibn Rusyd, bahwa alam kita ini adalah azali tanpa ada permulaan. Ini berarti  bahwa ada dua yang azali, yaitu Tuhan dan alam. Hanya saja keazalian Tuhan itu berbeda dengan keazalian alam, sebab keazalian Tuhan lebih utama dari keazalian alam.[14]
C.     Sanggahan Ibn Rusyd terhadap al-Ghazali tentang pemikiran filosof
Ada tiga masalah dimana al-Ghazali mengkafirkan para filosof yaitu[15] :
a.       Allah tidak mengetahui perincian atau hal-hal yang kecil-kecil(juziyat)
b.      Keqadiman alam
c.       Pengingkaran kebangkitan dan pengumpulan jasad pada hari kiamat.
a.    Allah tidak mengetahui perincian (juziyat)
Sebagaimana kita ketahui, bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, baik sebesar zarrah sekalipun, sebagaimana telah terangkan dengan jelas dalam al-Qur’an, sehingga telah merupakan consensus dalam kalangan umat Islam. Hanya saja yang menjadi permasalahanya, bagaimana Tuhan mengetahui hal-hal yang juziyat, terdapat perbedaan jawaban yang diberikan.[16]
Tuduhan terhadap al-Ghozali, bahwa Tuhan tidak mengetahui perincian yang ada dalam alam ini, namun Ibn Rusyd membantah itu dengan mengatakan bahwa al-Ghozali salah faham, karena tidak pernah kaum filosof mengatakan demikian[17]
Menurut Ibn Rusyd, Tuhan mengetahui segala sesuatu dengan zat-Nya, pengetahuan Tuhan tidak bersifat juz’i maupun bersifat kulli, sebagaimana manusia, pengetahuan Tuhan tidak mungkin sama dengan manusia, karena pengetahuan Tuhan merupakan sebab dari wujud, sedangkan pengetahuan manusia merupakan akibat. Selanjutnya pengetahuan Tuhan bersifat qodim dan pengetahuan manusia bersifat baharu, yaitu semenjak awal Tuhan mengetahui segala hal-hal yang terjadi di alam, sungguh betapun kecilnya.[18]
Jadi bagi Ibn Rusyd, bahwa Tuhan tidak mengetahui perincian, artinya Tuhan tidak mengetahui perincian itu dengan ilmu baru, dimana syarat ilmu baru itu dengan adanya kebaharuan peristiwa/perincian tersebut, karena Tuhan menjadi sebab bagi perincian itu bukan menjadi akibat dari padanya, seperti halnya ilmu baru, karena ilmu Tuhan bersifat qodim tidak berubah karena perubahan peristiwa. Ini dimaksudkan untuk menjaga kesucian Tuhan Yang Maha Mengetahui segala-galanya.
b.    Keqodiman alam
Al-Ghazali dalam pemikiranya, sewaktu Tuhan menciptakan alam , yang ada hanyalah Tuhan, tidak ada sesuatu yang lain disamping Tuhan ketika Ia menciptakan alam. Nah dalam pemikiran al-Ghazali tersebut, Ibn Rusyd mengajukan bantahan yang mengatakan, bahwa sewaktu Tuhan menciptakan alam sudah ada sesuatu disamping Tuhan. Dari sesuatu yang telah ada dan diciptakan Tuhan, itulah Tuhan menciptakan alam. Untuk memperkuat bantahannya Ibn Rusyd mengemukakan beberapa ayat dalam al-Qur’an.
وَهُوَ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٖ وَكَانَ عَرۡشُهُۥ عَلَى ٱلۡمَآءِ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۗ وَلَئِن قُلۡتَ إِنَّكُم مَّبۡعُوثُونَ مِنۢ بَعۡدِ ٱلۡمَوۡتِ لَيَقُولَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ إِنۡ هَٰذَآ إِلَّا سِحۡرٞ مُّبِينٞ ٧
“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata"( QS.Hud :7 )
                        Menurut Ibn Rusyd, ayat ini menjelaskan bahwa sewaktu Tuhan menciptakan langit dan bumi, telah ada sesuatu disamping Tuhan yaitu air.
C. Kebangkitan jasmani tidak ada
            Didalam kitab Tahafutul  Falasifah, dijelaskan bahwa al-Ghazali menunjukkan kepada filosof dengan mengatakan bahwa di akhirat nanti manusia akan dibangkitkan kembali dalam wujud rohani, tidak dalam wujud jasmani. Atas dasar kepercayaan ini, mereka dan para penganut pendapat tersebut dianggap kafir oleh al-Ghazali, karena dalam al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa manusia akan mengalami berbagai kenikmatan jasmani nanti di surga.     
Tentang persoalan pembangkitan jasmani, Ibn Rusyd menjelaskan bahwa para filosof tidak menyebut - nyebut hal itu. Semua agama menurut Ibn Rusyd mengakui adanya hidup kedua di akhirat sungguh ada perbedaan pendapat mengenai bentuknya. Namun, perlu diketahui maksud pokok dari Syari’at ialah menghimbau manusia untuk selalu meninggalkan perbuatan tercela dan melakukan perbuatan terpuji, sehingga ajaran yang dibawa oleh agama harus sesuai dengan tanggapan dan pemikiran orang awam. Karena itu, kebangkitan di akhirat harus disampaikan dalam wujud jasmani. Untuk hal itu, Ibn Rusyd dalam kitabnya “Tahafut al-Tahafut” mengemukakan firman Allah yang maksudnya perumpamaan surga bagi orang-orang muttaqin disisi Allah, sungai-sungai yang mengalir di bawahnya. Dan juga sabda Rasulullah saw. Artinya : Di dalammya ( surga ) terdapat apa yang tidak pernah mata melihat dan telinga mendengar  serta tidak pernah tergores dalam kalbu manusia. Ini berarti kata Ibn Rusyd bahwa dalam surga, manusia tidak dalam wujud jasad, dan apa yang diajarkan al-Qur’an tentang surga dan isinya harus difahami secara metafora. Demikian pula Ibn Abbas mengatakan bahwa tidak akan dijumpai di akhirat hal-hal yang bersih keduniaan kecuali nama saja, hidup di akhirat lebih tinggi dari hidup di dunia.[19]
Dalam pandangan itu, Ibn Rusyd juga mengkritik al-Ghazali, karena dalam beberapa tulisannya terjadi kontradiksi. Dalam buku Tahafut al Falasifah bertentangan dengan apa yang ia tulis dalam bukunya mengenai tasawuf. Dalam buku Tahafut al Falasifah, al-Ghazali mengatakan tidak ada orang Islam yang berpendapat adanya pembangkitan jasmani, sedangkan dalam buku tentang tasawuf ia menerangkan bahwa dalam pendapat kaum sufi yang ada nanti ialah pembangkitan rohani, bukan pembangkitan jasmani, tak dapat dikafirkan. Apalagi al-Ghazali mendasarkan pengkafirannya pada ijma’ ulama.[20]
Dari uraian-uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pertentangan antara Ibn Rusyd dengan al-Ghazali berkisar tentang ajaran-ajaran dasar Islam, bukan tentang tolak atau terimanya ajaran-ajaran dasar itu sendiri. Baik Ibn Rusyd maupun al Ghazali tetap mengakui Tuhan sebagai pencipta alam diciptakan. Hanya yang menjadi permasalahan adalah apakah semenjak azal Tuhan menciptakan, sehingga alam dengan demikian menjadi qadim, ataukah Tuhan menciptakan tidak semenjak azal, sehingga alam bersifat baru.Ibn Rusyd berpendapat Tuhan menciptakan semenjak qidam sedangkan al Ghazali tidak semenjak qidam. Kedua fihak mengakui adanya hari perhitungan dan yang di permasalahkan ialah apakah yang menghadapi perhitungan itu roh atau tubuh, ataukah hanya roh manusia saja. Menurut Ibn Rusyd hanya roh, sedangkan menurut al-Ghazali tubuh dan roh.  Jelas kiranya yang terdapat disini hanyalah perbadaan ijtihad, dan perbedaan ijtihad itu lumrah dalam Islam, tidak membawa kepada kekafiran.

D.     Tanggapan Ibn Rusyd tentang hukum kausalitas dan mu’jizat terhadap pendapat Al-Ghazali
a.      Terdapat hubungan yang dharu>ri>y (pasti) antara sebab dan akibat
Kausalitas secara harfiah berarti “segala sesuatu yang bertanggung jawab atas terjadinya perubahan gerak dan aksi. Tujuan utama al-Ghazali mengkritik kausalitas adalah untuk menegakkan mu’jizat dan kemahakuasaan Tuhan secara mutlak.Jadi Al-ghazali mengambil sikap yang berbeda dengan filosof muslim yang sebelumnya.
 Langkah pertama yang dilakuan al-Ghazali adalah mengkritik pendapat para filosof yang mengatakan bahwa  hubungan antara sebab dengan akibat bersifat niscaya. Ini berarti bahwa jika ada sebab pasti ada akibat dan sebaliknya. Hubungan di sini, kata al-Ghazali, tidak niscaya maupun mustahil tetapi mungkin bisa terjadi dan tidak bisa terjadi. Sehingga mungkin saja ada api tapi tidak membakar. 
Langkah kedua al-ghazali adalah menentang pernyataan para filosof yang mengatakan bahwa “hubungan antara satu sebab dengan satu akibat, sebab yang sama melahirkan akibat yang sama pula dan sebaliknya. Menurut al-Ghazali, suatu akibat tidak harus terjadi dikarekan satu sebab. Ia terjadi mungkin saja dikarenakan oleh sejumlah sebab. Al Ghazali sungguh menolak hukum kausalitas. Ia mengatakan sangat tidak mungkin sesuatu terjadi murni disebabkan oleh sesuatu yang lain, selain tuhan juga berperan. Artinya Tuhan juga berperan sangat penting atas terjadinya segala sesuatu. Hal ini dibuktikan dengan tidak semua kejadian di sebabkan benda lain, banyak kejadian yang ada di luar hukum kausalitas. Tidak ada kemutlakan dalam hukum sebab akibat.Karena di samping kejadian disebabkan penyebab Tuhan juga yang menjadikan kejadian itu terjadi.[21]
Menurut Ibn Rusyd, hubungan antara sebab dan akibat merupakan hubungan yang niscaya, bukan hubungan yang mungkin. Ini berarti jika ada sebab pasti ada akibat, misalnya api membakar jika menyentuh sepotong kapas. Setiap benda memiliki karakter(sifat dan ciri tersendiri) yang membedakannya dengan benda lain, yang disebut dengan sifat zatiyah. Jika karakter ini dihilangkan, maka benda ini akan berubah nama, sehingga jika diuji dengan pendekatan kausalitas, walaupun masih dengan sebab yang sama, maka benda ini akan menimbulkan akibat yang berbeda.
b.  Hubungan sebab akibat dengan adat atau kebiasaan
Al-Ghazali memandang hubungan sebab akibat sebagai adat atau kebiasaan. Namun Ibn Rusyd mempertanyakan apa sebenarnya yang dimaksud al-Ghazali sebagai adat tersebut. Apakah adat fa>’il (Allah) atau adat mawju>d, atau adat bagi kita dalam menetapkan sesuatu sifat atau predikat terhadap mawju>d ini. Jika dimaksud adat bagi Allah, maka ini mustahil karena apa yang disebut dengan adat adalah suatu kemampuan atau potensi yang diusahakan fa>’il yang mengakibatkan  berulang-ulangnya fa>’il. Hal ini bertentangan dengan firman Allah :
سُنَّةَ مَن قَدۡ أَرۡسَلۡنَا قَبۡلَكَ مِن رُّسُلِنَاۖ وَلَا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحۡوِيلًا ٧٧
(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan Kami itu.(QS. Al-Isra’ :77)
Jika yang dimaksud adalah adat bagi mawju>d, maka hal ini hanya akan berlaku bagi yang memiliki roh atau nyawa, karena bagi yang selain itu, bukanlah adat namanya tetapi tabiat. Dan apabila yang dimaksud adat bagi kita dalam menentukan sesuatu sifat terhadap mawju>d ini, seperti si Fulan biasa(adatnya) melakukan ini dan melakukan itu, maka berarti yang mawju>d ini semuanya terlepas dari pada nisbat( hubungan) nya kepada fa>’il (Allah).[22]
c.    Hubungan sebab akibat dengan akal
Ibn Rusyd juga membantah pandangan al-Ghazali tentang hubungan sebab akibat ini dengan pandangannya yang bertitik tolak dari akal sehat, yang menurutnya merupakan dasar yang menentukan. Menurut Ibn Rusyd bahwa filsafat tidak hanya berdiri diatas akal sehat, tetapi juga atas ilmu pengetahuan. Pengetahuan ilmiah mempercayai hukum sebab akibat, yang dipandang sangat meyakinkan. Karena itu, secara tegas Ibn Rusyd menyatakan bahwa pengetahuan akal tidak lebih dari pada pengetahuan tentang segala yang mawju>d beserta sebab akibat yang menyrtainya. Pengingkaran akan sebab berarti pengingkaran terhadap akal dan ilmu pengetahuan.

d.    Hubungan sebab akibat dengan mukjizat
Telah disebutkan bahwa menurut al-Ghazali pengakuan akan adanya hubungan keniscayaan antara sebab akibat (kausalitas) akan mengakibatkan orang tidak percaya terhadap adanya mukjizat nabi.
Sehubungan dengan itu, Ibn rusyd membagi mukjizat jadi dua.Yang pertama, adalah al-barra>niy, yang berarti “mukjizat yang tidak sesuai dengan karakter seorang Nabi sebagai Nabi”, misalnya Nabi musa merubah tongkatnya menjadi ular.Yang kedua adalah al-Jawwa>niy, yang berarti ‘mukjizat yang sesuai dengan seorang Nabi sebagai Nabi” seperti Mukjizatnya Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an, karena jenis mukjizat ini tidak akan dapat diungkapkan oleh ilmu pengetahuan(sains) dimanapun dan kapanpun.[23]
Ternyata Ibn Rusyd menentang adanya mukjizat al-Barra>niy, sebagai yang dipahami Al-Ghazali sesuatu yang terjadi penyimpangan dari adat atau kebiasaan( kha>riq al-‘adat). Karena itu, Nabi Isa dapat menghidupkan orang mati, menurut Ibn Rusyd harus ditakwilkan dalam pengertian menghidupkan hati orang yang tidak beriman menjadi beriman. Sedangkan mukjizat Nabi Ibrahim yang tidak mempan dibakar api, mungkin saja waktu itu pada diri Nabi Ibrahim diberikan sifat yang tidak bisa dibakar api.[24]
Ibn rusyd sangat yakin bahwa kejadian merupakan sudah menunjukkan adanya hukum kausalitas, sehingga manusia bisa memprediksi kejadian berikutnya sesuai hukum kausalitas yang berlaku. Misalkan buku akan terbakar jika ditaruh di atas api. Selamanya akan terus demikian dan manusia bisa meramal bahwa ketika buku diletakkan di atas api ia akan terbakar. Dengan demikian manusia bisa menghindar dari keadaan tersebut jika tidak ingin bukunya terbakar. Terbakarnya buku ini tidak ada campur tangan Tuhan tetap ini sudah merupakan hukum alam yang tidak bisa digangu gugat. Kalau kita analisis hakikat hukum kausalitas itu sendiri bahwa ia adalah suatu kesimpulan dari dua kejadian. Misalkan, gelas jatuh maka ia pecah. Dalam keadaan ini sebenarnya terdapat dua kejadian. Pertama gelas jatuh dan gelas pecah.Kedua kejadian tersebut tidak bisa dicampur aduk, karena itu adalah dua kejadian yang berlainan. Sedangkan hukum kausalitas adalah hasil kesimpulan dari dua kejadian tersebut, sehingga kalau dua kejadian kita simpulkan akan menjadi gelas dijatuhkan, maka ia pasti akan pecah. Perbedaan hasil dari suatu penyebab kejadian itu dikarenakan adanya penyebab diluar kejadian itu. Sehingga perbedaan hasil juga disebabkan adanya suatu sebab yang pasti berbeda pula. Keadaan ini tidak lain adalah kesimpulan dari dua kejadia tersebut.
Kesimpulan tersebut adalah sebuah usaha manusia memahami hukum alam, memantai, mengendalikan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Adapun tetap terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan adalah karena ada sebab yang tidak seperti biasa, dengan kata lain ada sebab lain yang merasuk dalam sebab awal.[25]
E.     Kritik Ibn Rusyd terhadap teori emanasi para filosof Islam
Ibn Rusyd menggunakan teori emanasi sebagai dasar pergulatan pemikirannya untuk memahami relasi antara alam dan Tuhan. Dalam teori emanasi ini, Ibn Rusyd berangkat dari pemahaman bahwa salah satu sifat Tuhan yang hakiki adalah kesempurnaan-Nya dan keesaan-Nya. Tuhan yang Esa inilah yang mengemanasikan alam semesta karena kesempurnaan-Nya. Kesempurnaan dan ke-Esa-an Tuhan itu harus dilihat dari sisi perbuatan-Nya sejak azali. Karena kalau tidak dipahami demikian, maka ada saat di mana Tuhan harus mengatur pada zaman tertentu.Terkait dengan ke-Esa-an Tuhan, Ibn Rusyd memahami bahwa yang melimpah dari Tuhan yang Esa tidak harus satu, tetapi juga lebih dari satu.[26]
Untuk mendukung pendapatnya ini, Ibn Rusyd mengungkapkan perbedaan mendasar antara Tuhan dengan manusia dalam melakukan suatu aktivitas/perbuatan. Ibn Rusyd mengatakan sesungguhnya ada perbedaan antara Pembuat Pertama (Tuhan) dengan pembuat yang nyata (manusia). Dalam proses penciptaan, alam semesta ini melimpah dari Tuhan yang Esa. Tuhan tidak hanya melimpahkan yang satu saja, tetapi terdapat multiplisitas limpahan yang terjadi, sebagai efek multiple dari tindakan Tuhan yang Esa itu. Menurut Ibn Rusyd, tindakan Tuhan semacam itu harus dibedakan dengan tindakan manusia. Manusia hanya mungkin melakukan sekali tindakan dengan satu efek tindakan yang telah dibuatnya. Tetapi untuk Tuhan, dengan sekali tindakan, dapat menghasilkan beragam efek dari tindakan yang telah diperbuat-Nya. Dengan alasan ini, akhirnya Ibn Rusyd menolak pemahaman para pemikir teori emanasi pada umumnya yang menyatakan bahwa dari yang Satu, Esa, hanya melimpah satu.
F.      Pengaruh pemikiran filsafat Ibn Rusyd di Eropa
Ibn Rusyd lebih dikenal dan berpengaruh besar di Eropa sebagai intelek yang telah menjembatani orang-orang Barat dalam mempelajari kembali filsafat Yunani secara orisinil setelah lama terkubur di abad pertengahan. Sehingga muncullah aufklarung (Renaissan) setelah lama terjadi kemandekan dan pergulatan. Di sini Ibn Rusyd sebagai komentator terbesar karya Aristoteles banyak berperan.
Pengaruh besar Ibn Rusyd tidak lepas dari metode dan pendekatan yang dipakai dalam pemikiran filosofisnya. Ibn Rusyd yang datang di tengah-tengah penguasaan dogma agama dan pertentangan besar agama (wahyu) dan filsafat (akal) merekonsiliasikan antara agama dan wahyu atau mempertemukan pertentangan tersebut dengan mengemukakan argument-argumen yang dapat diterima akal dan kaum agamawan. Persamaan tujuan dalam pencarian kebenaran menjadi senjata dalam menemukan benang merah pertentangan agama dan filsafat. Sebagai agamawan Islam, Ibn Rusyd dalam filsafatnya mengetengahkan justifikasi Alquran (agama) terhadap filsafat yang sebelumnya ditolak. Lewat penyatuan akal dan wahyu ini lah pengaruh Ibn Rusyd terus membesar.
Menurut Ibrahim Madkur, ada beberapa alasan yang menyebabkan perhatian Barat terhadap filsafat Ibn Rusyd demikian besar, yaitu; Ketertarikan Frederick II sebagai pecinta ilmu pengetahuan dan filsafat terhadap komentar-komentar Ibn Rusyd akan filsafat Arestoteles dan bagaiman dia dapat menjaga kemurniannya setelah tercampur dengan Platonisme. Ketertarikan ini mendorongnya untuk menerjemahkan dan menyebar luaskan pemikiran Ibn Rusyd di Eropa. Selain itu, banyak orang-orang Yahudi penganut filsafat Ibn Rusyd juga menerjemahkan pemikiran-pemikirannya. Dan sebagai komentator besar Arestoteles, banyak para pengkaji filsafat membaca karyanya demi mendapatkan keorisinilan pemikiran Arestoteles.[27]
            Pengaruh besar Ibn Rusyd di Eropa ditandai dengan lahirnya gerakan Averroisme[28] yang menghidupkan dan mengembangkan pemikiran filosofis Ibn Rusyd. Meskipun apa yang mereka kembangkan pada akhirnya jauh berbeda dengan pemikiran asli Ibn Rusyd. Hal ini tidak lebih dikarenakan perbedaan latar belakang saja yang mempengaruhi pemikiran. Kelahiran aliran ini telah membuktikan pengaruh besar Ibn Rusyd di Eropa. Meskipun banyak juga yang menentang pemikiran Ibn Rusyd, seperti Thomas Aquinas, Raymond Lull, Albert the Great dan lainnya. Bahkan para gerejawan berusaha membendung pengaruh pemikiran rasional Averroisme dengan berbagai cara. Salah satu ancaman yang paling tragis adalah ancaman pembunuhan dan penjara.[29]

G.    Kesimpulan
 Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd. Ia lahir di Cordova pada 1126 M dari kalangan keluarga ahli hukum. Nenek dan orangtuanya mempunyai kedudukan sebagai hakim agung. Pada masa mudanya, Ibn Rusyd belajar teologi islam, hukum islam, ilmu kedokteran, matematika, astronomi, sastra dan filsafat
Karya-karya aslinya yang terpenting, yaitu:
1.    Tahafut al-Tahafut
Sebuah buku yang sampai ke Eropa, dengan rupa yang lebih terang, dari pada buku-bukunya yang pernah dibaca oleh orang Eropa sebelumnya. Dalam buku ini kelihatan jelas pribadinya, sebagai seorang muslim yang saleh dan taat pada agamanya. Buku ini lebih terkenal dalam kalangan filsafat dan ilmu kalam untuk membela filsafat dari serangan al-ghazali dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah. 
2. Kulliyat fit Thib (aturan Umum Kedokteran), terdiri atas 16 jilid.
3. Mabadiul Falasifah, Pengantar Ilmu Filsafat. Buku ini terdiri
dari 12 bab.                                             
4. Tafsir Urjuza, Kitab Ilmu Pengobatan.
5. Taslul, Tentang Ilmu kalam.
6. Kasful Adillah, Sebuah buku Scholastik, buku filsafat dan agama.
7. Muwafaqatil hikmatiwal Syari’ah, persamaan filafat degan agama.
8. Bidayatul Mujtahid, perbandingan mazhab dalam fiqh dengan menyebutkan alasan-alasannya masing-masing.
9. Risalah al-kharaj (tentang perpajakan)
10. Al-da’awi, dan lain-lain.
Namun karya-karyanya yang masih kita temukan adalah sebagai berikut :
5.      Fasl al-Maqal fi man bain al-Hikmat wa al-syari’ah min al-Ittishal, yang berisi tentang korelasi antara agama dan filsafat.
6.      Al-Kasyf ‘an Manahij al-Adillat fi ‘Aqa’id al-Millat, yang berisi tentang kritik terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi.
7.      Tahafut al-Tahafut, yang berisi tentang kritikan terhadap karya Al-Ghazali yang berjudul Tahafut al-Falasifat.
8.      Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, yang berisi tentang uraian-uraian dalam bidang fiqih
Sementara itu, Ibn Rusyd juga memberikan sanggahan kepada al-Ghazali yang mengkafirkan para filosof.  Tidak terlepas dari itu, Ibn Rusyd juga memberikan tanggapan terhadap pandangan al-Ghazali menyangkut hukum kausalitas dan mukjizat. Dan memberikan kritik terhadap emanasi para filosof Muslim.
Sebagai ilmuan besar, pengaruh Ibn Rusyd menjalar sampai ke Eropa.  Ibn Rusyd lebih dikenal dan berpengaruh besar di Eropa sebagai intelek yang telah menjembatani orang-orang Barat dalam mempelajari kembali filsafat Yunani secara orisinil setelah lama terkubur di abad pertengahan. Sehingga muncullah aufklarung (Renaissan) setelah lama terjadi kemandekan dan pergulatan. Di sini Ibn Rusyd sebagai komentator terbesar karya Aristoteles banyak berperan.
                                                       

                                              






















Daftar Pustaka

 Al-ahwany, Ahmad Fuad, Dalam segi-segi  Pemikiran Filsafat Dalam Islam, Ahmad Daudy (edt.)Jakarta, Bulan Bintang, 1984
Akhyar Dasoeki, Thawil, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam, (Semarang; Dina Utama Semarang, 1993
Amin Hoesin, Dr. Oemar, Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1975
Daudy Ahmad, Kuliah Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1986
Hairul, Saleh, www. Blog spot, “Titik Temu Filsafat Ibnu Rusyd dan al-Ghazali”, com.  Di akses tanggal 02-04-2013
Ibn Rusyd, Tahafut at-Tahafut, Tahqiq Sulaiman Dunia, kairo, Dar al Ma’arif, 1964
Ibn Al-Abbar, Takmila>t li kita>b al-shila>t seperti dikutip Muhammad Yusuf Musa, Ibn Rusyd al-Filsafat, (Mesir: Dar Ihya’al-kutub al-‘Arabiyyah).
Nata, Abuddin, Studi Islam K omprehensif, ( Jakarta: Kencana, 2011 ).
Nasution, Harun, Filsafat dan mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1985
Poerwanta, Drs, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994.
Scrib, www.“hukum kausalitas Ibnu Rusyd vs Al-Ghazali”, com. Di akses tanggal 02-04-2013.
Syarif, M.M(ed), Para Filusuf Muslim, (Miza: Bandung, 1985), cet. I.
Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004).



                                                                                         










                                                                   



[1] Lihat M.M. Syarif, (ed), Para Filusuf Muslim, (Miza: Bandung, 1985), cet. I; Lihat pula Abuddin Nata, Studi Islam K omprehensif, ( Jakarta: Kencana, 2011 ),  hlm. 302
[2] Ibn Al-Abbar, Takmila>t li kita>b al-shila>t seperti dikutip Muhammad Yusuf Musa, Ibn Rusyd al-Filsafat, (Mesir: Dar Ihya’al-kutub al-‘Arabiyyah), hlm: 16
[3] Ibn Al-Abbar, Takmila>t li kita>b al-shila>t seperti dikutip Muhammad Yusuf Musa, Ibn Rusyd al-Filsafat, (Mesir: Dar Ihya’al-kutub al-‘Arabiyyah), hlm :14
[4] Komentar Pendek disebut dengan Talkhi>s, dimana seluruh isi pembicaraan berasal dari Ibn Rusyd. Komentar Tengah disebut dengan tausi>th, dimana setiap permulaan bab, Ibn Rusyd membicarakan beberapa paragraf dari kata Aristoteles kemudian diberinya ulasan. Komentar Panjang, disebut Tafsi>r, dimana ibn Rusyd menyebutkan kata-kata Aristoteles, paragraf demi paragraf kemudian diberinya ulasan secara lengkap
[5] Dr. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam(Filosof dan Filsafatnya), PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm:223
[6] Dr. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam(Filosof dan Filsafatnya), PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm:224
[7] Dr. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam(Filosof dan Filsafatnya), PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm.225.
[8] Drs. Poerwantara, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994. Hlm : 200
[9] Drs. Poerwantara, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994. Hlm :201
[10] Drs. Poerwantara, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994. Hlm :202
[11] Dr. Oemar Amin Hoesin, Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1975. Hlm  : 146 ,
[12] Ibn Rusyd, Tahafut at-Tahafut, Tahqiq Sulaiman Dunia, kairo, Dar al Ma’arif, 1964, hal. 362
[13] Harun Nasution, Filsafat dan mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1985, hal.53
[14] Dr. Oemar Amin Hoesin, Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1975. Hlm : 148
[15] Ahmad Fuad Al-Ahwany, Dalam segi-segi  Pemikiran Filsafat Dalam Islam, Ahmad Daudy (edt.)Jakarta, Bulan Bintang, 1984, hal. 66
[16] Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1986, hal. 176.
[17] Harun Nasution, Filsafat dan mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1985, hal.53
[18] Ibn Rusyd, Tahafut at-Tahafut, Tahqiq Sulaiman Dunia, kairo, Dar al Ma’arif, 1964, hal. 711
[19]Ibn Rusyd, Tahafut at-Tahafut, Tahqiq Sulaiman Dunia, kairo, Dar al Ma’arif, 1964, hlm  870.
[20] Harun Nasution, Filsafat dan mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1985, hlm : 53-54
[21] www. Scrib, “hukum kausalitas Ibnu Rusyd vs Al-Ghazali”, com. Di akses tanggal 02-04-2013
[22] Dr. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam(Filosof dan Filsafatnya), PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 233.
[23] www. Scrib, “hukum kausalitas Ibnu Rusyd vs Al-Ghazali”, com. Di akses tanggal 02-04-2013.
[24] . Sirajuddin Zar, Filsafat Islam(Filosof dan Filsafatnya), PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm : 237
[25]Saleh, Hairul,  www. Blog spot, “Titik Temu Filsafat Ibnu Rusyd dan al-Ghazali”, com.  Di akses tanggal 02-04-2013.
[26] Dr. Ahmad Daudy, MA., “Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam”,Jakarta, Bulan Bintang, 1984,hal.5-6.
[27] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Hlm: 255
[28]  adalah sebuah paham atau aliran pemikiran di Eropa abad pertengahan yang dinisbahkan kepada Ibn Rusyd. Namun pemikirannya justru mendistorsi pemikiran Ibn Rusyd yang utuh, karena hanya mengambil sebahagian pemikiran saja, terutama tentang konsep otonomi akal yang menjadi embrio.
[29]Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Hlm: 257-259

1 komentar:

  1. Best 10 best coin casino sites and bonuses 2021 - CasinoWow
    Best Coin Casino Sites 온카지노 & Bonuses 2021: Top 10 Crypto Casinos · 1. 바카라 Red Dog Casino – Best Overall Casino Site · 2. LeoVegas – Best for Bitcoin Slots · 인카지노 3.

    BalasHapus